Sunday 9 June 2019

Rahasia Ruang Kerja

#30HariMenulis2019_Hari_9

Tema : Bebas

Ada Apa di Ruang Kerja ?

Pagi itu aku terjaga lebih awal dari biasanya. Mimpi buruk semalam masih terus terbayang-bayang di benakku. Ada banyak hal yang terlintas di kepala. Ku hembuskan napas dengan kasar. Berharap sedikit ketenangan dengan memaksa udara masuk lebih banyak.

Ku coba beranjak dari peraduan dan mulai melangkah perlahan menuruni anak tangga sembari pandangan mata menoleh ke arah atas. Masih teringat suara tangis yang kian dahsyat terdengar di telinga. Rasanya hampir pecah mendengar teriakannya. Entahlah,  ada yang aneh dengan rumah yang baru ku huni sebulan belakangan ini.

Akhir-akhir ini gangguan mimpi yang mengusik tidur indah di malam yang syahdu dengan kesendirianku semakin menjadi-jadi, bahkan saat terpejam sejenak di siang hari. Aku makin ketar-ketir menyadari benar-benar ada yang tak beres di sini.

Pikiranku kian semrawut, kemana harus memulai penyelidikan ini. Ah penyelidikan, omong kosong detektif apa lagi ini?
Aku memutuskan menemui Rasya siang nanti. Pekerjaanku sebagai fotografer dan editor foto sedikit banyak memberiku kebebasan kapan harus mengambil pekerjaan dan beristirahat. Ya, cita-citaku sejak dulu. Bekerja sebari menekuni hobi. Sambil menyelam, dapat uang. Filosofi yang indah.

Siang itu Rasya tersenyum menyambutku. Rasya adalah rekan kerja ku bagian Promosi dan MUA. Kami mendirikan bisnis ini berdua. Jadi wajar jika pekerjaan yang dilakukan juga rangkap. Tapi hasil akhirnya tetap terlihat sempuna kok.

“Van, memangnya kenapa sih nelponin terus dari pagi?”. Tanya Rasya tanpa basi-basi terlebih dahulu.

“Aku mimpi buruk terus akhir-akhir ini. Ada yang teriak dan menangis, sepertinya ada yang tidak beres dengan rumah yang Kau sarankan tempo hari untuk ku sewa”. Jawabku seraya menyesapi minuman dingin segar yang telah dipesan Rasha sebelumnya.

“Oh, rumah itu dulunya ditempati oleh Raka. Pernah satu sekolah sih pas SMP dulu. Tapi dia memang misterius sih, beberapa teman menganggapnya gila malah”. Tutur Rasya enteng tanpa merasa bersalah karena telah memintaku menyewa runah tersebut.

“Jadi maksud mimpi Aku apa? Ada yang cari perhatiankah atau sekedar bunga tidur?”.

“Aku gak tau pasti. Dulunya pekerjaan Raka penulis sih, dia punya kamar khusus untuk menulis, tapi aku gak tau di mana”. Jawaban Rasya membuatku makin penasaran.

Kusudahi perbincangan dengan Rasya. Aku langsung pulang, ingin melanjutkan proses editing photo dua sejoli yang baru saja menikah pekan lalu. Mereka sudah membayar mahal, tentu harus kukerjakan segera sebelum tenggat waktu habis.

Sesampainya di rumah sewa nan asri ini, aku langsung merebahkan diri di atas sofa. Kilasan demi kilasan gambar terpampang nyata di benak ini. Ada banyak kolase tak beraturan yang terlihat. Sebentar, aku mengerjapkan mata sejenak apakah ini hanya ilusi semata atau memang demikian adanya.

Ku lihat lemari tua berisi banyak buku di sudut ruang kerjaku ini. ‘Ah, kenapa tak kubaca saja karya Raka yang telah dibukukan. Ada beberapa yang tertinggal di sini'.

Ternyata tulisan Raka bagus, walau sangat masuk akal jika dibilang seram. Ya, Raka penulis genre darkness soul alias sisi gelap manusia. Heran, idenya lain dari yang lain. Kurasa benar yang dikatakan Rasha tentangnya, dia berbeda, sangat mencintai kesendiriannya.

Aku tertarik melihat buku bersampul abu gelap bertinta warna merah maroon gelap, kontras sekali. Penasaran ku tarik buku tersebut. Tiba-tiba ruangan berguncang keras. ‘Oh Tuhan, gempakah ini?’.

Aku berusaha tetap mempertahankan keseimbangan. Aku berada di ruangan yang lain. Inikah ruang kerja Raka? Ku amati lebih jauh. Ada sebuah meja yang penuh berisi benda di atasnya. Penasaran, hatiku kian gusar. Oh Tuhan, ada banyak kepala kucing yang terpisah dari badan di sini? Apakah Ia seorang pecinta kekejaman terhadap hewan? Benar-benar manusia aneh. Pantas tak punya teman sedari kecil, Ia psikopat ternyata.

Aku menjelajah lebih jauh. Ada tirai di sana. Dengan tergesa ku buka. Aku tak tau harus berkata apa. Mungkin ada ratusan kucing lagi di sana, yang masih utuh. Aku mual, tapi rasa penasaran memaksa kian menguat. Ku dekati kucing-kucing tak bersalah itu. Bau anyir darah dan bangkai kian tajam.

Wajahku pucat saat semakin dekat. Itu bukan kucing, itu bayi. Aku benar-benar tak sanggup melihat pemandangan ini. Tak kuhiraukan bau amis yang kian pekat. Apakah ini profesi sampingannya? Atau hobi karena gangguan kejiwaannya? Psikopat benar-benar kejam.

Tak sengaja terdengar langkah kaki di balik ruangan ini. Terlihat ada lubang kecil di dinding. Tampak sebuah mata yang melihat ke arahku. Senyum licik tergambar di bibirnya. Tangannya memegang pisau bedah yang telah berlumur darah. Wajahku kian pucat saat tau Ia siapa. Rasya tersenyum menyeringai. Ia tertawa terbahak-bahak melihat wajahku yang seperti tak dialiri darah lagi. Aku tertegun, tak tau harus berbuat apa. Ternyata sahabatku sendiri yang psikopat. Dan saat ini, kurasakan nyawaku benar-benar di ujung tanduk.

Total kata : 725 kata

0 komentar:

Post a Comment