Thursday 13 June 2019

Cinta di Ujubg Dua Belas

#30HariMenulis2019_Hari_10
Tema : Angka


Cinta di Ujung Dua Belas

Jika harus memilihnya, apa mungkin rasa ini tetap hadir? Bukan hal mudah untuk memilih. Bukan hal mudah pula untuk memutuskan. Namun bayang-bayang masa lalu bersamanya membuat jantung ini berdebar kencang.

Sembilan tahun lalu, saat senyum remaja di wajahku masih terpoles manis tanpa beban hidup. Saat itu ada banyak cinta yang hadir dari pemuda bermata elang tersebut. Hampir setiap hari saat Aku lelah sepulang ekskul, Ia hadir membawa sebotol minuman dingin pelepas dahaga. Tak lupa memberikan sapu tangannya padaku. Perhatian-perhatian kecil yang diberikan benar-benar membuat tersanjung.  Aku adalah remaja dengan binar bahagia saat itu.

Puncaknya saat ulang tahun ku yang ke-16 tahun. Ulang tahun terakhir yang dirayakannya sebelum kelulusan kami. Ia menyanyikan lagu yang tenar saat itu dengan petikan gitar yang syahdu. Lilin di atas kue bewarna biru yang cantik, kutiup dengan senyum yang masih sama.

Aku selalu bahagia melihat senyummu,
Umpama embun yang menyambut pagi.
Suci, jernih tanpa jelaga.
Tetaplah bahagia di sisiku, Bulan.

Secarik kertas itu telah kubaca. Wajahku kian memanas. Bulan-bulan berikutnya kami saling menjaga jarak. Ujian terakhir tinggal menunggu. Kami fokus dengan tujuan masing-masing ke depannya.

Di hari kelulusan, pria bermata elang ini menggenggam tanganku. Berat sepertinya akan berpisah. Ia lulus di salah satu PTN yang diimpikannya. Sedangkan Aku harus mengikuti ujian tulis bulan depan.

“Bulan, aku pamit. Tetap belajar. Suatu hari nanti aku akan ke rumahmu, bertemu Ayah Bundamu untuk pernikahan kita. Sampai saat itu tiba, tunggulah aku. Biarkan kucari cara agar kita bahagia “. Titah Bintang sembari tersenyum haru.

Tetesan air mata menjadi saksi jiwa muda yang terpisah untuk sebuah misi. Sejak saat itu, aku terus menunggu tanpa tau seperti apa kondisi pemuda berwajah tegas itu. Hanya saat tanggal 12 setiap bulan september, sebuah kue berwarna biru dengan kartu ucapan berisi puisi sederhana dan foto dirinya yang selalu dikirim ke alamat rumahku.

Hubungan seperti ini sangat rumit untukku. Di kampus, ada banyak teman yang ingin dekat denganku. Tapi aku membatasi diri, memenuhi janji saat hari kelulusan yang dulu.

Hubungan tanpa suara, tanpa melihatnya, tanpa ada sedikit bayangan tentang kondisinya benar-benar membuatku merana. Aku takut setelah pernikahan kami Ia berlaku begitu lagi. Aku takut jika nantinya Ia menyiksaku dengan kerinduan. Bagaimana bisa aku hidup dalam bayang-bayang cinta? Bukankah komunikasi sangat penting? Mengapa Ia hanya menitip sedikit kabar tentangnya hanya di saat tanggal 12 september setiap tahunnya? Atau yang Ia ingin memiliki istri dengan kesabaran laksana bidadari tanpa cela?

Hanya angka 12 itu yang selalu menguatku selama ini. Dan haruskah Aku menerima pinangannya? Lalu apa yang selama ini Aku tunggu kalau bukan kabar tentangnya? Bukankah ini berarti bahwa aku mencintainya?

Bantu Aku. Tak ingin jika kebimbangan ini menghancurkan kesabaran yang telah kurajut lama untuk menemukan kepastian dari kisah yang terpatri sejak lama. Bintang, diri ini masih dipenuhi beragam tanya. Berilah sedikit cawan berisi penjelasan nantinya.

Total kata : 453 kata

0 komentar:

Post a Comment