Thursday 13 June 2019

Cinta di Ujubg Dua Belas

#30HariMenulis2019_Hari_10
Tema : Angka


Cinta di Ujung Dua Belas

Jika harus memilihnya, apa mungkin rasa ini tetap hadir? Bukan hal mudah untuk memilih. Bukan hal mudah pula untuk memutuskan. Namun bayang-bayang masa lalu bersamanya membuat jantung ini berdebar kencang.

Sembilan tahun lalu, saat senyum remaja di wajahku masih terpoles manis tanpa beban hidup. Saat itu ada banyak cinta yang hadir dari pemuda bermata elang tersebut. Hampir setiap hari saat Aku lelah sepulang ekskul, Ia hadir membawa sebotol minuman dingin pelepas dahaga. Tak lupa memberikan sapu tangannya padaku. Perhatian-perhatian kecil yang diberikan benar-benar membuat tersanjung.  Aku adalah remaja dengan binar bahagia saat itu.

Puncaknya saat ulang tahun ku yang ke-16 tahun. Ulang tahun terakhir yang dirayakannya sebelum kelulusan kami. Ia menyanyikan lagu yang tenar saat itu dengan petikan gitar yang syahdu. Lilin di atas kue bewarna biru yang cantik, kutiup dengan senyum yang masih sama.

Aku selalu bahagia melihat senyummu,
Umpama embun yang menyambut pagi.
Suci, jernih tanpa jelaga.
Tetaplah bahagia di sisiku, Bulan.

Secarik kertas itu telah kubaca. Wajahku kian memanas. Bulan-bulan berikutnya kami saling menjaga jarak. Ujian terakhir tinggal menunggu. Kami fokus dengan tujuan masing-masing ke depannya.

Di hari kelulusan, pria bermata elang ini menggenggam tanganku. Berat sepertinya akan berpisah. Ia lulus di salah satu PTN yang diimpikannya. Sedangkan Aku harus mengikuti ujian tulis bulan depan.

“Bulan, aku pamit. Tetap belajar. Suatu hari nanti aku akan ke rumahmu, bertemu Ayah Bundamu untuk pernikahan kita. Sampai saat itu tiba, tunggulah aku. Biarkan kucari cara agar kita bahagia “. Titah Bintang sembari tersenyum haru.

Tetesan air mata menjadi saksi jiwa muda yang terpisah untuk sebuah misi. Sejak saat itu, aku terus menunggu tanpa tau seperti apa kondisi pemuda berwajah tegas itu. Hanya saat tanggal 12 setiap bulan september, sebuah kue berwarna biru dengan kartu ucapan berisi puisi sederhana dan foto dirinya yang selalu dikirim ke alamat rumahku.

Hubungan seperti ini sangat rumit untukku. Di kampus, ada banyak teman yang ingin dekat denganku. Tapi aku membatasi diri, memenuhi janji saat hari kelulusan yang dulu.

Hubungan tanpa suara, tanpa melihatnya, tanpa ada sedikit bayangan tentang kondisinya benar-benar membuatku merana. Aku takut setelah pernikahan kami Ia berlaku begitu lagi. Aku takut jika nantinya Ia menyiksaku dengan kerinduan. Bagaimana bisa aku hidup dalam bayang-bayang cinta? Bukankah komunikasi sangat penting? Mengapa Ia hanya menitip sedikit kabar tentangnya hanya di saat tanggal 12 september setiap tahunnya? Atau yang Ia ingin memiliki istri dengan kesabaran laksana bidadari tanpa cela?

Hanya angka 12 itu yang selalu menguatku selama ini. Dan haruskah Aku menerima pinangannya? Lalu apa yang selama ini Aku tunggu kalau bukan kabar tentangnya? Bukankah ini berarti bahwa aku mencintainya?

Bantu Aku. Tak ingin jika kebimbangan ini menghancurkan kesabaran yang telah kurajut lama untuk menemukan kepastian dari kisah yang terpatri sejak lama. Bintang, diri ini masih dipenuhi beragam tanya. Berilah sedikit cawan berisi penjelasan nantinya.

Total kata : 453 kata

Wednesday 12 June 2019

Cut Nyak Dien dan Semangatnya Membela Tanah Tumpah Darah

#30HariMenulis2019_Hari_9

Tema : Tokoh

Tjut Nyak Dien

Tema kali ini benar-benar menyenangkan buat saya. Karena ada banyak tokoh di dunia ini yang memiliki sumbangsih di berbagai bidang.

Setiap orang tentu memiliki tokoh favorit dan setiap muslim pasti mengidolakan Rasulullah. Tulisan ini tidak membahas Rasulullah, karena Beliau sedemikian sempurna, menjadi rahmat bagi seluruh alam dan terjaga dari perbuatan salah dan dosa.

Karena saya seorang wanita, saya akan menulis tokoh wanita yang menginspirasi saya. Beliau adalah Cut Nyak Dien, seorang wanita pemberani asal Aceh yang tak kenal takut dengan bangsa Belanda yang menjajah Nusantara di masa itu.
Beliau lahir di Lampadang, Aceh Besar kisaran tahun 1848. Ada juga literatur yang menyebutkan Beliau lahir tahun 1850. Ayah Beliau, Nanta Setia merupakan hulubalang Kerajaan Aceh yang lebih dahulu mengangkat senjata karena ketamakan, kecongkakan dan niat Belanda menguasai wilayah Aceh begitu besar.

Cut Nyak Dien menikah dua kali. Suaminya yang pertama bernama Tengku Cek Ibrahim Lamnga yang meninggal karena melawan koloni Belanda dan suami kedua beliau bernama Teuku Umar. Teuku Umar juga seorang pejuang dan salah satu pahlawan kemerdekaan yang berjasa besar untuk bangsa ini pada umumnya dan masyarakat Aceh pada khususnya. Karena Teuku Umar berpura-pura memihak kepada Belanda lah rakyat Aceh kala itu berhasil memiliki senjata dan mengetahui sedikit banyak taktik peperangan yang dipakai Belanda.

Setelah Teuku Umar wafat, perjuangannya dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien. Walau usia kian menua, penyakit encok dan rabun yang menyertainya tak menyurutkan langkah Beliau untuk tetap menghunus rencong dan bergerilya melawan Belanda.
Kata-kata yang Beliau gunakan saat mengobarkan semangat juang rakyat Aceh adalah “hudép sarèè atau matèè syahid”. Artinya pilihan hidup kita hanya ada dua. Hidup mulia dan berdikari di tanah sendiri atau mati syahid melawan kesewenangan penjajah. Kata-kata ini juga dipakai oleh banyak pejuang Aceh lainnya.

Kata-kata ini sendiri penuh makna menurut saya. Lebih baik hidup susah dari pada jadi penjilat orang-orang kaya nan tamak bin sekarah dan zalim sama siapa saja. Atau lebih baik hidup dengan memperkaya bangsa sendiri, membeli barang-barang yang diproduksi bangsa sendiri agar bangsa ini bisa jadi negara produsen suatu hari nanti, bukan negara tujuan bangsa lain memasarkan produknya, dalam arti bangsa kita hanya bisa membeli tanpa bisa menghasilkan dan menciptakan.

Berkat kata-kata itu pula, Aceh masih dapat mempertahankan wilayahnya dari penjajahan Belanda. Menurut Undang-undang Internasional saat itu, negara yang sudah dijajah selama 150 tahun harus menjadi wilayah negara penjajahnya. Bahkan ada wilayah Indonesia yang dijajah lebih dari 350 tahun. Tak salah jika Sang Proklamator Soekarno menyematkan Aceh sebagai wilayah modal. Berkat Aceh yang belum takluk kepada Belanda, Indonesia masih dianggap berjaya dan kemerdekaannya diakui oleh beberapa negara setelah proklamasi. Walau tetap banyak perundingan dan adanya agresi militer setelahnya, Indonesia tetap merdeka.

Sudah tentu kita sebagai pewaris kemerdekaan sadar dan menjaga bangsa ini. Jangan mau terpecah belah dan tetap tanamkan bahwa hidup mulia di tanah sendiri di negara sendiri adalah yang terbaik. Yuk sebisa mungkin kita jaga warisan kemerdekaan ini.  Tanamkan juga kepada generasi muda untuk terus mencintai negara ini.

Total kata : 479 kata

Sunday 9 June 2019

Rahasia Ruang Kerja

#30HariMenulis2019_Hari_9

Tema : Bebas

Ada Apa di Ruang Kerja ?

Pagi itu aku terjaga lebih awal dari biasanya. Mimpi buruk semalam masih terus terbayang-bayang di benakku. Ada banyak hal yang terlintas di kepala. Ku hembuskan napas dengan kasar. Berharap sedikit ketenangan dengan memaksa udara masuk lebih banyak.

Ku coba beranjak dari peraduan dan mulai melangkah perlahan menuruni anak tangga sembari pandangan mata menoleh ke arah atas. Masih teringat suara tangis yang kian dahsyat terdengar di telinga. Rasanya hampir pecah mendengar teriakannya. Entahlah,  ada yang aneh dengan rumah yang baru ku huni sebulan belakangan ini.

Akhir-akhir ini gangguan mimpi yang mengusik tidur indah di malam yang syahdu dengan kesendirianku semakin menjadi-jadi, bahkan saat terpejam sejenak di siang hari. Aku makin ketar-ketir menyadari benar-benar ada yang tak beres di sini.

Pikiranku kian semrawut, kemana harus memulai penyelidikan ini. Ah penyelidikan, omong kosong detektif apa lagi ini?
Aku memutuskan menemui Rasya siang nanti. Pekerjaanku sebagai fotografer dan editor foto sedikit banyak memberiku kebebasan kapan harus mengambil pekerjaan dan beristirahat. Ya, cita-citaku sejak dulu. Bekerja sebari menekuni hobi. Sambil menyelam, dapat uang. Filosofi yang indah.

Siang itu Rasya tersenyum menyambutku. Rasya adalah rekan kerja ku bagian Promosi dan MUA. Kami mendirikan bisnis ini berdua. Jadi wajar jika pekerjaan yang dilakukan juga rangkap. Tapi hasil akhirnya tetap terlihat sempuna kok.

“Van, memangnya kenapa sih nelponin terus dari pagi?”. Tanya Rasya tanpa basi-basi terlebih dahulu.

“Aku mimpi buruk terus akhir-akhir ini. Ada yang teriak dan menangis, sepertinya ada yang tidak beres dengan rumah yang Kau sarankan tempo hari untuk ku sewa”. Jawabku seraya menyesapi minuman dingin segar yang telah dipesan Rasha sebelumnya.

“Oh, rumah itu dulunya ditempati oleh Raka. Pernah satu sekolah sih pas SMP dulu. Tapi dia memang misterius sih, beberapa teman menganggapnya gila malah”. Tutur Rasya enteng tanpa merasa bersalah karena telah memintaku menyewa runah tersebut.

“Jadi maksud mimpi Aku apa? Ada yang cari perhatiankah atau sekedar bunga tidur?”.

“Aku gak tau pasti. Dulunya pekerjaan Raka penulis sih, dia punya kamar khusus untuk menulis, tapi aku gak tau di mana”. Jawaban Rasya membuatku makin penasaran.

Kusudahi perbincangan dengan Rasya. Aku langsung pulang, ingin melanjutkan proses editing photo dua sejoli yang baru saja menikah pekan lalu. Mereka sudah membayar mahal, tentu harus kukerjakan segera sebelum tenggat waktu habis.

Sesampainya di rumah sewa nan asri ini, aku langsung merebahkan diri di atas sofa. Kilasan demi kilasan gambar terpampang nyata di benak ini. Ada banyak kolase tak beraturan yang terlihat. Sebentar, aku mengerjapkan mata sejenak apakah ini hanya ilusi semata atau memang demikian adanya.

Ku lihat lemari tua berisi banyak buku di sudut ruang kerjaku ini. ‘Ah, kenapa tak kubaca saja karya Raka yang telah dibukukan. Ada beberapa yang tertinggal di sini'.

Ternyata tulisan Raka bagus, walau sangat masuk akal jika dibilang seram. Ya, Raka penulis genre darkness soul alias sisi gelap manusia. Heran, idenya lain dari yang lain. Kurasa benar yang dikatakan Rasha tentangnya, dia berbeda, sangat mencintai kesendiriannya.

Aku tertarik melihat buku bersampul abu gelap bertinta warna merah maroon gelap, kontras sekali. Penasaran ku tarik buku tersebut. Tiba-tiba ruangan berguncang keras. ‘Oh Tuhan, gempakah ini?’.

Aku berusaha tetap mempertahankan keseimbangan. Aku berada di ruangan yang lain. Inikah ruang kerja Raka? Ku amati lebih jauh. Ada sebuah meja yang penuh berisi benda di atasnya. Penasaran, hatiku kian gusar. Oh Tuhan, ada banyak kepala kucing yang terpisah dari badan di sini? Apakah Ia seorang pecinta kekejaman terhadap hewan? Benar-benar manusia aneh. Pantas tak punya teman sedari kecil, Ia psikopat ternyata.

Aku menjelajah lebih jauh. Ada tirai di sana. Dengan tergesa ku buka. Aku tak tau harus berkata apa. Mungkin ada ratusan kucing lagi di sana, yang masih utuh. Aku mual, tapi rasa penasaran memaksa kian menguat. Ku dekati kucing-kucing tak bersalah itu. Bau anyir darah dan bangkai kian tajam.

Wajahku pucat saat semakin dekat. Itu bukan kucing, itu bayi. Aku benar-benar tak sanggup melihat pemandangan ini. Tak kuhiraukan bau amis yang kian pekat. Apakah ini profesi sampingannya? Atau hobi karena gangguan kejiwaannya? Psikopat benar-benar kejam.

Tak sengaja terdengar langkah kaki di balik ruangan ini. Terlihat ada lubang kecil di dinding. Tampak sebuah mata yang melihat ke arahku. Senyum licik tergambar di bibirnya. Tangannya memegang pisau bedah yang telah berlumur darah. Wajahku kian pucat saat tau Ia siapa. Rasya tersenyum menyeringai. Ia tertawa terbahak-bahak melihat wajahku yang seperti tak dialiri darah lagi. Aku tertegun, tak tau harus berbuat apa. Ternyata sahabatku sendiri yang psikopat. Dan saat ini, kurasakan nyawaku benar-benar di ujung tanduk.

Total kata : 725 kata

Saturday 8 June 2019

Menjadi Angin

#30HariMenulis2019_Hari_8

Tema : NOT HUMAN

“Bayangkan bahwa Anda bukan manusia, hendak menjadi apakah Anda?

Angin

Jika diberi kesempatan untuk jadi apa, saya memilih menjadi angin. Ya, angin. Membayangkan betapa sepoi-sepoinya hembusan yang membuat semua makhluk merasa nyaman, merasa tak gerah lagi, bahkan membuat mata mengantuk dan tertidur untuk melepas penat.

Angin, hembusannya menenangkan. Belaiannya mengasyikkan. Sekian lama terpekur di lembah pengunungan, turun melewati lereng, membawa pesan tersirat berdasarkan kuat tidaknya ia terbang.

Angin, seumpama manusia yang tau membawa diri. Kapan ia harus tegas dengan kekuatan putarannya seumpama tornado, ia juga tau kapan harus berlaku lembut, penuh buaian. Cerdas bukan?

Suatu hari Angin baru saja tiba dari perjalanannya menuruni lereng gunung, dengan hembusan sepoi-sepoinya tentu. Ia melihat seorang anak kecil yang lapar, berusaha menghidupkan api untuk memanggang ikan.   

‘Aku harus menghentikan hembusanku sebelum apinya muncul, kasian anak itu’

Angin berhenti terbang. Ia melihat anak kecil yang sungguh-sungguh menghidupkan api. Sekali, dua kali, tiga kali, akhirnya berhasil. Segera ia meniupkan hembusannya agar api yang sudah dipantik terus berkobar.

Di lain waktu, ia melihat nenek tua yang sedang menyapu di pekarangan rumah mewah milik orang berpunya. Ia hentikan hembusannya. Ia bantu nenek tua itu menyelesaikan pekerjaannya dengan tidak menerbangkan sampah yang terlanjur disapu.

Belum lagi di wilayah gurun yang cenderung panas, angin ditunggu-tunggu. Ia seumpama primadona yang melegakan raga. Kehadirannya mampu menyesap peluh hingga tak lagi tersisa.

“Ah, aku harus hati-hati, agar pasir ini tak beterbangan menjadi badai pasir yang mematikan karena hembusanku”. Pekik angin seraya berputar-putar di udara.
Lalu, apa sumbangsih utama angin bagi kehidupan?   

Selain menyejukkan, ada beberapa manfaat angin untuk kelangsungan hidup di bumi ini.

Angin membantu penyerbukan tanaman. Jadi, benang sari pada bunga bisa menempel tepat di kepala putik. Jadilah tanaman baru.

Angin juga menggerakkan perahu nelayan yang sedang mencari ikan. Ia membantu mengais rejeki di tengah laut. Membantu nelayan mewujudkan harapan yang terangkul di pundaknya.

Selain itu, angin bisa menjadi sumber utama listrik yang ramah lingkungan. Ya, pembangkit listrik tenaga angin tidak meninggalkan residu yang membahayakan kelangsungan bumi dan yang hidup di atasnya. Luar biasa bukan? Listrik sangat dibutuhkan di lini kehidupan manapun. Begitu juga lingkungan yang bersih, tentu itu menjadi warisan termahal untuk anak cucu makhluk bumi saat ini, bukan?

Angin juga membantu terjadinya hujan. Bayangkan betapa hujan sangat dibutuhkan untuk meneruskan kehidupan. Hujan akan diserap tanah dan air tanah menjaga kelangsungan sumber air di bumi.
Bagaimana bisa angin membantu hujan turun?

Air laut yang terkena sinar matahari akan berevaporasi atau menguap dibantu cahaya matahari. Uap air diterbangkan oleh angin sehingga ia bisa muncul di daratan yang dihuni makhluk bumi. Uap air yang terkumpul itulah yang nantinya jadi hujan karena adanya perubahan suhu.

Sebenarnya segala hal yang ada didunia ini, saling berhubungan. Namun jika harus memilih, saya memilih menjadi angin yang Menyejukkan segalanya.


Total Kata : 441 Kata

Friday 7 June 2019

Shaming

#30HariMenulis2019_Hari_7

Tema : Tulislah mengenai percakapan yang tidak sengaja Anda dengar
No Peserta : 13

Shaming

Siapa sih yang gak ingin hidup bahagia tanpa kekurangan sama sekali? Baik kekurangan di harta, kekurangan di fisik, atau sekedar ketidakidealan postur tubuh.
Ramadhan telah berlalu, berganti hari raya yang kebanyakan orang yang merayakan menjadi riya. Saat bersilaturrahim, ada banyak ucapan yang menyakiti di hari yang fitri dari kita yang sudah menunaikan fitrah.

Setelah shalat ied selesai, kita mulai mengunjungi sanak saudara, setelah sebelumnya sungkeman dengan orang tua dan suami (bagi yang sudah menikah) masing-masing.

Betapa banyak terdengar ucapan “ sekarang gemukan ya, gak jaga badan deh”
Kata-kata gemuk ini bagi sebagian besar horor loh, termasuk bagi saya. Pernah seseorang curhat ke saya kalau dia dibilang gemuk, gendut walau kalau dilihat dari segi manapun memang gemuk. Artinya, orang yang gemuk sekalipun tetap gak mau dikatakan gemuk.

Bukan cuma gemuk semata, yang terlalu kurus juga pasti gak mau dikatain kurus. Apalagi wanita, setiap kata yang terlontar dari orang lain biasanya terlalu dipikirkan hingga ia pun larut dalam pikirannya.
Apa susahnya sih untuk kita menjaga ucapan agar tak menyakiti orang lain? Sesulit itukah rasa empati ada untuk sekedar menjaga perasaan orang lain? Toh keadaan mereka tidak mengganggu kita. Kenapa jadi kita yang ikutan repot?
Selain disebutkan secara langsung di depan orang yang bersangkutan, dibelakang mereka juga acap kali hal-hal tersebut dibahas. Yang belum dikaruniai anak tak luput juga jadi sasaran.

“Itu si A udah 10 tahun nikah tetap gak isi ya”.
“Iya tuh, gak tau siapa yang mandul.
Kayaknya suaminya, toh kalau wanita yang mandul pasti lakinya udah kawin lagi”. Ibu yang lain menimpali.

Setelah saling makan bangkai tetangga atu saudara karena ghibah, sekarang tersebar pula di lingkungan tempat tinggal bahwa suami si A mandul. Fitnah yang tersebar akibat percakapan tanpa faedah sama sekali

Padahal dari pemeriksaan dokter keduanya baik-baik saja. Mereka cuma belum diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menjaga amanah perihal anak. Lalu apa hak kita menghakimi dan sering bertanya pasal ‘kapan hamil?’. Padahal kita sendiri sudah paham kalau anak itu murni hak Tuhan. Gak bisa langsung semau kita bilang bulan depan hamil, tahun depan, minggu depan atau kapanpun.

Saat berkunjung ke tempat orang yang baru lahiran pun tak luput ucapan menyakiti itu keluar.

“Lia, kok gemukan sih? Iteman lagi. Jaga dong badannya, ntar suami cari lain loh liat istri kayak badut”. Ujar bu Siti.

“Iya tuh, lagian bayinya juga kurus banget. Sok-sokan ngasih ASI, tapi ASI nya pasti gak bergizi. Udah kasih susu aja. Cepet gemuk anaknya”. Tambah bu Mawar.

Lia pun Cuma bisa tersenyum menahan sakit.

Gaes, tahukah kita ibu yang baru selesai melahirkan itu hormonnya belum stabil? Ia baru melewati fase terberat selama kurun waktu kehidupannya. Tak bisakah kita sekedar menjaga ucapan?

Bukan ia tak mau merawat diri. Bayinya baru lahir, masih beradaptasi dengan lingkungan baru, sering nangis dan terjaga tengah malam dan ia harus menenangkannya. Untuk bisa sekedar tidur melepas penat saja sudah buat ia senang.
Tanpa ilmu kita ucapkan ASI tak bergizi. Ini benar-benar menyakiti. Pemeriksaan apa yang sudah kita lakukan sehingga bisa keluar kesimpulan seperti itu? Janganlah komentari hal yang kita sendiri gak punya ilmunya. Tak takutkah kata-kata yang kita ucapkan malah jadi pemicu baby blues syndrome yang berujung pada post partum depression atau malah jadi post partum psicosys?

Baby blues ini memang terjadi di 80% ibu melahirkan dengan tingkatan yang berbeda. Udah jangan ditambah lagi dengan kata-kata menyakitkan. Jika kita tak bisa membantu, jangan menyakiti, jangan menghakimi. Semoga kita bisa tetap menjaga perasaan orang lain. Selalu menanamkan nilai positif di setiap tingkah laku kita. Ingatlah, akan selalu ada balasan untuk kezaliman mulut, ucapan dan tingkah laku kita.


Total kata : 583 kata

Tuesday 4 June 2019

Maaf yang Tertunda

#30HariMenulis2019_Hari_4
- Random Pages - (tema dari hari ke-6)
“Ambillah sebuah buku, buka halamannya secara acak, dan menulislah dari kalimat pertama yang Anda lihat.”

Maaf yang Tertunda

Mobil terus melaju di jalanan yang basah ( Tere Liye, Komet, halaman 8). Aku terus melirik ke arah jalan. Hujan kian deras, tak ada tanda-tanda akan berhenti. Khawatir terlambat dari janji semula, kecepatan mobil ku tambah sembari tangan mengambil handphone di saku kemeja.

“Sepertinya aku terlambat, Key. Jalanan benar-benar licin”. Ucapku sembari mengerem.

“Shit, kenapa ada kucing di saat hujan kian lebat”. Rutukku kesal

“Apa yang terjadi Rey? Tutup teleponnya. Fokuslah menyetir. Aku usahakan tetap menunggu”. Nada suara Keyra terdengar khawatir.

Kulajukan kembali mobil ini dengan hati-hati. Kucing tadi benar-benar membuatku takut. Seandainya tak sempat mengerem tadi, sudah pasti kepala ini membentur pohon di sebelah jalan.

‘Key, tolong tetap menungguku. Jangan beranjak’

Jalanan kian lengang seiring hujan yang kian lebat. Berusaha mengendarai sebaik mungkin di jalan licin ini. Mataku melirik arloji di tangan. Sudah jam 09.30 WIB. Waktuku tak banyak lagi.

Akhirnya gapura itu mulai kelihatan. Tapi sial, antrian panjang di musim liburan seperti ini. Tak sabar, kutekan klakson mobil berkali-kali, berharap keramaian ini segera lenyap. Tapi sayang, suara bising terdengar di mana-mana. Benar-benar membuat frustasi.

Setelah setengah jam melewati semua itu, aku tiba di sana. ‘pasti Keyra sedang menungguku' ucapku dalam hati. Mau tak mau, langkah kaki terus ku percepat. Tak ayal, aku menabrak seseorang.

“Maaf Bu, saya tak sengaja. Terburu-buru”. Kataku sambil membantu ibu itu berdiri.

“ Gak masalah Nak, sepertinya ada hal penting yang mau Kamu lakukan. Ibu paham”. Jawab ibu berjilbab ungu itu sembari tersenyum.

Kuteruskan langkah ini untuk bertemu Keyra. Ruang tunggu sudah nampak. Mataku melihat ke segala penjuru, tak ku temukan Keyra di sana.

Aku bertanya kepada salah satu pegawai maskapai. Ternyata pesawat Keyra suda berangkat 10 menit yang lalu. Kemacetan tadi terus terbayang diingatan. Aku menyesal tak berangkat sedari tadi.

“Key, kenapa tak Kau tunggu Aku? Aku hanya ingin minta maaf Key”. Aku berteriak. Tak kupedulikan tatapan orang-orang yang memandang aneh. Air mata terus jatuh, mengingat betapa jahatnya aku selama ini.

Bayangan Keyra yang menangis waktu itu terus mengganggu, membuatku semakin terisak. Jika saja waktu masih bisa berlalu, tentu aku harus percaya Keyra, bukan fitnah itu.

Rasa di dada kian sesak. Kuambil handphone dan mulai membuka foto-foto Keyra yang kuambil dari laman sosial medianya. Foto-foto bersamaku dulu telah musnah terhapus oleh rasa benci. ‘Key, andai kesempatan masih ada. Andai aku tak percaya mereka. Pasti saat ini kita sudah bersanding Key’.

Harapan itu tinggal harapan, karena kenyataannya, Aku sendiri yang menghancurkannya. Membuat wanita yang akan jadi pendamping hidupku pergi tanpa tau kapan kami bersatu. Aku, masih berharap sang waktu memaafkan khilafku.

Total Kata: 417 kata