Monday 7 April 2014

KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA DEFISIT PERAWATAN DIRI PADA PASIEN DENGAN IMOBILITAS


Laporan Tugas Mandiri
KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA DEFISIT PERAWATAN DIRI  PADA PASIEN DENGAN IMOBILITAS

Oleh:
Anggi Septria Ningsih
1307101020077







Description: images.jpeg





FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2014

KATA  PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam ke pangkuan nabi Muhammad S.A.W, alhamdulillah tugas mandiri blok  6 telah kami selesaikan. Tugas ini berisi rangkuman materi “ Kebutuhan Self Care : proses keperawatan pada defisit perawatan diri pada pasien dengan imobilitas” yang telah kami pelajari dalam blok 6 ini.
Kami berharap laporan mandiri ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kami menyadari dalam menyusun laporan mandiri ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan mandiri ini nantinya.

Banda Aceh, Februari 2014

                                                                                                 Penyusun         








DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan
1.1   Latar Belakang..................................................................................... 1`
1.2   Rumusan Masalah................................................................................ 1
1.3   Tujuan Penulisan.................................................................................. 2
1.4   Manfaat Penulisan............................................................................... 2
BAB II Pembahasan
2.1   Konsep Defisit Perawatan Diri............................................................ 1
2.2   Pengertian Mobilisasi dan Imobilisasi.................................................. 9
2.3   Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi...................................... 10
2.4   Klasifikasi............................................................................................ 11
2.5   Patofisiologi......................................................................................... 12
2.6   Proses Keperawatan pada Defisit Perawatan Diri pada Pasien Dengan Imobilitas                      16
A.    Pengkajian........................................................................................ 16
B.     Diagnosa Keperawatan.................................................................... 17
C.     Intervensi......................................................................................... 17
D.    Implementasi dan Evaluasi.............................................................. 21
BAB III Penutup
3.1   Kesimpulan.......................................................................................... 23
Daftar Pustaka....................................................................................................... 24



BAB I

PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang. Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas normal.
Seorang perawat harus memberikan intervensi yang tepat agar dapat menghambat terjadinya ketergantungan fisik total. Intervensi yang diarahkan pada pencegahan kearah konsekuensi-konsekuensi imobilitas dan ketidakaktifan dapat menurunkan kecepatan penurunannya.
1.2       Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan mandiri ini adalah:
1.      Apa pengertian dari mobilisasi dan imobilisasi?
2.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi?
3.      Bagaimana klasifikasi imobilisasi?
4.      Apa saja patofisilogi dari imobilisasi?
5.      Apa itu konsep defisit perawatan diri?
6.      Bagaimana proses keperawatan pada defisit perawatan diri (mandi dan berpakaian) pada pasien dengan imobilitas?
1.3       Tujuan Penulisan
            Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan laporan mandiri ini adalah:
1.      Untuk menjelaskan pengertian dari mobilisasi dan imobilisasi.
2.      Untuk menjelaskan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi.
3.      Untuk menjelaskan klasifikasi imobilisasi.
4.      Untuk menjelaskan patofisiologi dari imobilisasi.
5.      Untuk menjelaskan konsep defisit perawatan diri.
6.      Untuk menjelaskan bagaimana proses keperawatan pada defisit perawatan diri (mandi dan berpakaian) pada pasien dengan imobilitas.
1.4       Manfaat Penulisan
1.      Bagi Penulis
Penulis sekarang menjadi lebih tahu pembahasan seputar tentang apa itu mobilisasi dan imobilisasi, konsep defisit perawatan diri danbagaimana proses proses keperawatan pada defisit perawatan diri (mandi dan berpakaian) pada pasien dengan imobilitas.
2.      Bagi Pembaca
Bagi pembaca, makalah ini juga dapat dimanfaatkan sebagai penambah ilmu pengetahuan mengenai apa itu itu mobilisasi dan imobilisasi, konsep defisit perawatan diri dan bagaimana proses proses keperawatan pada defisit perawatan diri (mandi dan berpakaian) pada pasien dengan imobilitas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Defisit Perawatan Diri
      Perawatan diri meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan oleh individu dikehidupan sehari hari.
            1.      Definisi
      Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai kondisi kesehatannya, pasien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri.
      Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting.
      Menurut Poter dan Perry (2005), personal hygine adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya.
      Personal hygine berasal dari bahasa yunani yang berarti personal yang artinya perorangan dan hygine berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.


            2.      Jenis-jenis defisit perawatan diri
      Ada beberapa jenis defisit perawatan diri :
      a.       Kurang perawatan diri : mandi / kebersihan.
      Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
      b.      Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian / berhias.
      Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) merupakan      gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
      c.       Kurang perawatan diri : makan
      Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
      d.      Kurang perawatan diri : toileting
      Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri.
            3.      Penyebab defisit perawatan diri
      Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
a.       Kelelahan fisik
      b.      Penurunan kesadaran
            4.      Pohon masalah
Akibat : Isolasi sosial
Defisit Perawatan Diri (Core Problem)



Penyebab: Harga diri rendah

      Penyebab kurang perawatan diri adalah :
      a.       Faktor prediposisi
       1)     Biologis
       Penyakit kronis 
yang menyebabkan pasien tidak mampu melakukan perawatan diri. Riwayat kesehatan struktur dilobus frontal, dimana lobus tersebut berpengaruh kepada proses kognitif, ada riwayat keluarga yang menderita gangguan jiwa, gangguan sistem limbic akan berpengaruh pada fungsi perhatian, memori dan suplai oksigen serta glukosa terganggu.
            2)      Menurunnya Kemampuan Psikologi
      Pasien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang meyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
Beberapa masalah psikologi yang menyebabkan defisit perawatan diri diantaranya :
      a)   Harga diri rendah : pasien tidak mempunyai motivasi untuk merawat diri.
b)      Body image: gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
      3)     Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
b.      Faktor Presipitasi
      Faktor presiptasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
      Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
      1)      Body image
      Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
      2)      Praktik sosial
      Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
      3)      Status sosial ekonomi
      Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
      4)      Pengetahuan
      Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
      5)      Budaya
      Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
      6)      Kebiasaan seseorang
      Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
      7)      Kondisi fisik atau psikis
      Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene:

      1.     Dampak fisik
      Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
            2.      Dampak psikososial
      Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
      c.       Penilaian terhadap stress
      Pada mulanya pasien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya pasien berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman. Pasien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan. Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam menangani stressor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakadekuatan sumber-sumber (fisik, psikologis, perilaku atau kognitif).
      d.      Mekanisme koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2, yaitu :
1)       Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah pasien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
2)      Mekanisme koping maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri
RENTANG RESPONS PERAWATAN DIRI
Adaptif                                                                      maladaptif

- Pola perawatan         - Kadang perawatan diri         - Tidak melakukan
  diri seimbang             kadang tidak                           perawatan saat stres

-          Pola perawatan diri seimbang, saat pasien mendapatkan stresor dan mampu untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan pasien seimbang, pasien masih melakukan perawatan diri.
-          Kadang perawatan diri kadang tidak, saat pasien mendapatkan stresor  kadang – kadang  pasien tidak memperhatikan perawatan dirinya,
-          Tidak melakukan perawatan diri, pasien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
      e.       Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pasien dengan defisit perawatan diri adalah :
1)     Fisik
Badan bau,  pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor disertai, mulut bau, penampilan tidak rapi.
2)     Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif, menarik diri, isolasi diri, merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3)     Sosial
Interaksi kurang, kegiatan kurang, tidak mampu berperilaku sesuai norma. Cara makan tidak teratur bak dan bab di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
2.2  Pengertian Mobilisasi dan Imobilisasi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi.
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya.
2.3  Faktor-Faktor Yang Mempegaruhi Mobilisasi
Faktor-faktor yang mempegaruhi mobilisasi adalah:
1. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya : paralisis akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan primer (misalnya : kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas.

3. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.
2.4  Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain :
1. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak
3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai
4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit.
Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a.       Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b.      Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c.       Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.
2.5  Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan pasien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada pasien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.


Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
- Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
- Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
- Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .
- Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
- Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.
- Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
- Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
- Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
- Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.



2.6 Proses Keperawatan Pada Defisit Perawatan Diri (Mandi dan Berpakaian) pada Pasien dengan Imobilitas
Kasus:
Seorang wanita berumur 50 tahun dirawat di ruang UGD selama 3 hari. Setelah dilakukan pengkajian, pasien mengatakan nyeri pada saat bergerak atau tidak dan pasien belum mampu bergerak bebas. Setelah diinspeksi, pasien tampak lemah, hanya terbaring, terdapat luka akibat fraktur. Wajah pasien terlihat meringis dan berminyak, kulit kering dan kusam, badan pasien pun bau dan pakaian tampak kotor. Diagnosa medis: Fraktur Fibula Dekstra. Asuhan keperawatan apa yang harus dilakukan perawat?
A.    Pengkajian
NO.
Symptom
Etiologi
Problem
1
DS : Pasien Mengeluh nyeri.
DO : Tampak Luka robekan akibat fraktur.
Inkontinuitas jaringan

Nyeri
2
DS : Pasien mengeluh nyeri jika bergerak.
DO : Pasien tampak lemah dan meringis saat bergerak.
Imobilisasi
Gangguan mobilitas fisik
3
DS : Pasien mengatakan belum mampu bergerak bebas.
DO : Wajah pasien berminyak, kulit kering dan kusam, badan pasien pun bau.
Kelemahan
Defisit perawatan diri

B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Nyeri berhubungan dengan inkontinuitas jaringan ditandai dengan pasien mengeluh nyeri dan tampak luka robekan akibat fraktur.
2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan Pasien mengeluh nyeri jika bergerak, pasien tampak lemah dan meringis jika bergerak.
3.      Defisit perawatan diri : mandi +3 berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasien belum mampu bergerak bebas, pasien belum mampu mandi dan berpakaian, tampak lemah, kulit kusam, lembab, berbau dan pakaian tampak kotor.

C.     Intervensi
NO.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasionalisasi
1.
Nyeri berhubungan dengan inkoninuitas jaringan ditandai dengan pasien mengeluh nyeri dan tampak luka robekan akibat fraktur.

Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam:
-Pasien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami
Kriteria Hasil :
-Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
-Dapat melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri
-Kaji intensitas, karakteristik dan derajat nyeri.



-Pertahankan tirah baring.


-Terangkan nyeri yang diderita pasien dan penyebabnya.

 -Kolaborasi pemberian analgetika.

-Pengkajian yang spesifik membantu memilih intervensi yang tepat.
-Meminimalkan stimulasi atau meningkatkan relaksasi.

-Meningkatkan koping pasien dalam melakukan guidance mengatasi nyeri.
-Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian analgetika.

2.
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan Pasien mengeluh nyeri jika bergerak, pasien tampak lemah dan meringis jika bergerak.

Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam:
-Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil:
-Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi
-Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
-Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.



-Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
-Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

-Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

-Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.


3.
Defisit Perawatan Diri : Mandi +3  berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan pasien belum mampu bergerak bebas, pasien belum mampu mandi dan berpakaian, tampak lemah, kulit kusam, lembab, berbau dan pakaian tampak kotor.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 20 menit:
 -Pasien dan keluarga mampu merawat diri sendiri
Kriteria Hasil:
-Pasien tampak bersih dan segar
-Pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri atau dengan bantuan.
-Kaji kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri.




-Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.



-Berikan pujian pada pasien tentang kebersihannya.



-Bimbing keluarga pasien memandikan / menyeka pasien

-Mengkaji kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri memudahkan intervensi selanjutnya.
-Mengganti pakaian melindungi pasien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman.
-Memberikan pujian membuat pasien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan.
-Membimbing keluarga dan pasien agar keterampilan dapat diterapkan





D.    Implementasi dan Evaluasi
Diagnosa
Implementasi
Evaluasi
Dx. 1
-Mengkaji intensitas, karakteristik dan derajat nyeri.
-Melakukan tirah baring terhadap pasien.
-Memberitahu pasien nyeri yang diderita dan penyebabnya.
-Melakukan tindakan kolaborasi berupa pemberian analgetika.
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang.
: Luka robekan sudah hampir kering.
A : Masalah teratasi sebagian.
P : Intervensi dilanjutkan.
Dx. 2
-Mengkaji kebutuhan pelayanan kesehatan dan kebutuhan pasien terhadap peralatan.
-Menentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
-Mengajarkan dan memantau pasien dalam menggunakan alat bantu.

S : Pasien mengatakan sudah mampu bergerak walau masih membutuhkan bantuan.
O: Wajah pasien tidak lagi meringis dan beberapa aktivitas bisa dilakukannya (makan, mengganti baju).
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan
Dx. 3
-Mengkaji kemampuan pasien dalam melakukan perawatan diri.
-Mengganti pakaian pasien dengan pakaian yang bersih.
-Memberikan pujian tentang kebersihan diri pasien.
-Membimbing keluarga pasien untuk memandikan/menyeka pasien.
S : Pasien mengatakan lebih nyaman dan segar.
O : Tidak tercium bau, pakaian pasien telah terganti dan pasien tampak bersemangat
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan










BAB III
PENUTUP
1.1  Kesimpulan
1.      Mobilitas adalah kemampuan seseorang untuk bergerak bebas , mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Sedangkan Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya.
2.      Faktor-faktor yang mempegaruhi mobilisasi adalah: gaya hidup, ketidakmampuan, tingkat energi dan usia.
3.      Jenis-jenis imobilisasi adalah: imobilisasi fisik, imobilisasi intelektual, imobilisasi emosional dan imobilisasi sosial.
4.      Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.
5.      Konsep Perawatan diri meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan oleh individu dikehidupan sehari hari.
6.      Asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada pasien dengan defisit perawatan diri dilakukan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosa keperawatan, Menentukan intervensi dengan tujuan dan kriteria hasil, implementasi dan evaluasi.



DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar pasien. Jakarta : Salemba Medika.
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Sulistyowati, D. & Handayani, F.2012. Jurnal Studies Nursing. Personal Hygene Menurut Persepsi Pasien Imobilisasi Fisik. 1. 169-174.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.



0 komentar:

Post a Comment