Monday 7 April 2014

Holistic Care and Transcultural Nursing


LAPORAN TUGAS MANDIRI
HOLISTIC CARE DAN TRANSKULTURAL
Oleh  :
ANGGI SEPTRIA NINGSIH
1307101020077






PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
2013/2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam ke pangkuan nabi Muhammad S.A.W, alhamdulillah tugas mandiri blok 2 modul 2 telah kami selesaikan. Tugas ini berisi rangkuman materi “ Holistic Care dan Transkultural” yang telah kami pelajari dalam blok 2 modul 2.
Kami berharap laporan mandiri ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kami menyadari dalam menyusun laporan mandiri ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan mandiri ini nantinya.


Banda Aceh, Oktober 2013

                                                                                      Penyusun                           





DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
1.    Berpikir Kritis
A.    Pengertian berpikir Kritis......................................................................... 2
B.     Berpikir dan Belajar................................................................................. 3
C.     Model Berpikir Kritis dalam Keperawatan.............................................. 4
D.    Tingkat Berpikir Kritis dalam Asuhan Keperawatan............................... 5
E.     Komponen  Berpikir Kritis dalam Keperawatan...................................... 10
F.      Tinjauan Proses Keperawatan.................................................................. 11
2.    Konsep Budaya di Indonesia Berdasarkan Keperawatan Transkultural............... 13
3.    Complementary Alternative Medicine (CAM)..................................................... 15
A.    Sejarah Singkat NCCAM........................................................................ 17
B.     Pembagian Complemantary Alternative Medicine (CAM)...................... 19
BAB III
PENUTUP................................................................................................................. 21
Daftar Pustaka........................................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
Laporan mandiri Holistic dan Transkultural merangkumkan tentang konsep berpikir kritis dalam keperawatan agar dapat menjelaskan konsep asuhan keperawatan seperti yang seharusnya seorang perawat lakukan dan menjelaskan konsep berpikir kritis yang digunakan seorang perawat untuk menganalisa informasi secara rasional dalam memberikan asuhan keperawatan yang dibutuhkan pasien, bagaimana pun latar belakang budaya pasien yang membutuhkan asuhan keperawatan seorang perawat.














BAB II
PEMBAHASAN
1.        Berpikir Kritis
A.    Pengertian Berpikir Kritis
Berpikir adalah Menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan, menarik kesimpulan dan merefleksikan (Gordon, 1995). Berpikir kritis adalah proses kognitif yang aktif dan terorganisasi yang digunakan untuk mengetahui pikiran seseorang dan pemikiran terhadap orang lain (Chaffee,2002).hal tersebut meliputi identifikasi adanya masalah (contoh; masalah klien), analisissemua informasi yang berkaitan dengan masalah tersebut (contoh: data klinis klien), evaluasi informasi ( meninjau asumsi dan bukti), dan membuat kesimpulan (Settersten dan Laure,2004). Pada dasarnya berpikir kritis dalam keperawatan mempunyai alur seperti dibawah ini :

Perubahan lingkungan yang kompleks
Perawat menggunakan kemampuan di bidangnya
Berpikir kritis
Untuk menuju iklim profesi
Tugas sehari-hari membuat keputusan










B.     Berpikir dan Belajar
Belajar merupakan proses sepanjang hidup, untuk tumbuh masing-masing manusia membutuhkan pengetahuan baru dan memperbaiki kemampuan untuk berpikir, memecahkan masalah dan membuat penilaian. Belajar dan berpikir tidak dapat di pisahkan. Sepanjang waktu, sejalan keterlibatan kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, menyajikan ide-ide dan membuat simmpulan yang valid.

Sebagai perawat profesional, perawat harus selalu melihat dan berpikir ke depan. Perawat tidak dapat membiarkan berpikir menjadi sesuatu yang rutin atau standar, Praktik keperawatan harus selalu berubah, sehingga daat di katakan dengan tersedianya pengetahuan baru, perawat profesional harus selalu menantang cara-cara tradisional efektif, yang mempunyai bukti-bukti pendukung secara ilmiah dan membiarkan hasil baik untuk klien. Untuk berpikir secara kritis mampu membuat perawat belajar dan untuk secara positif mempengaruhi praktik keperawatan. Kedewasaan seorang perawat diukur  dengan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan baru dan terlibat dengan proses penemuan yang mengutungkan bagi klien juga bagi profesi (Potter &Perry, 1999).





C.     Model Berpikir Kritis dalam Keperawatan

Kataoka-Yahiro dan Saylor (1994) telah mengembangkan suatu tingkatan model tentang berpikir kritis untuk penilaian keperawatan.        Model tersebut mendefinisikan hasil dari berpikir kritis sebagai penilaian keperawatan yang relevann dengan maslah keperawatan dalam berbagai lingkup. Model tersebut di rancang untuk mengetengahkan penilaian keperawatan dalam klinis, manajerial, kepemimpinan dan pendidikan.ketika perawat masuk kedalam suatu pengalaman klinis, tujuan dar model tersebut yaitu lima komponen berpikir kritis, yang pada akhirnya mengarahkan perawat untuk membuat penilaian klinis yang diperlukan untuk asuhan keperawatan yang aman dan efektif.
D.    Tingkat Berpikir Kritis dalam Keperawatan
Sejalan dengan perawat mendapat pengetahuan baru dan tentang profesional kompeten, maka kemampuannya untuk berpikir secara kritis juga berkembang. Model Kataoka-Yhiro & Saylor, (1994) mengidentifikasi tiga tingkat berpikir kritis dalam keperawatan, yaitu :
a.       Tingkat Dasar
Pada Tingkat Dasar, pembelajaran menganggap bahwa yang berwenang mempunyai jabatan yang benar untuk setiap masalah. Berpikir cenderung untuk menjadi konkret dan di dasarkan ada serangkaian peraturan atau prinsip. Hal ini merupakan langkah awal dalam perkembangan kemampuan mempertimbangkan (Kataoka-Yahiro & Saylor, 1994).
b.      Kompleks
Pada tingkat bepikir kritis yang kompleks seseorang secara kontinu mengenali keragaaman dari pandangan dan persepsi individu. Dalam kaitannya dengan keperawatan, praktisi mulai untuk mencari bagaimana tindakan keperawatan mempunyai manfaat jangka panjang untuk klien.
c.       Komitmen
Pada tingkat ini perawat memilih tindakan atau keyakinan berdasarkan alternatif yang diidentifikasi pada tingkat berpikir yang kompleks. Perawat mampu untuk mngantisipasi kebutuhan untuk membuat pilihan yang kritis setelah menganalisis keuntungan dari alternatif lainnya. Maturitas perawat tercermin dalam kerutinan selalu mencari pilihan yang terbaik, yang paling inovatif dan paling sesuai untuk keperawatan klien
E.     Komponen Berpikir kritis Dalam Asuhan Keperawatan
1.      Dasar Pengetahuan Khusus
Komponen yang pertama adalah Dasar pengetahuan khususn perawat dalam keperawatan. Dasar pengetahuan ini beragam sesuai dengan program pendidikan dasar keperawatan dari jenjang perawat diluluskan, pendidikan berkelanjutan tambahan dan setiap gelar tingkat lanjut yang didapat perawat. Dasar pengetahuan perawat mencakup informasi dan teori dari ilmu pengetahuan alam, humaniora dan keperawatan yang di perlukan unntuk memikirkan masalah keperawatan. Informasi tersebut memberikan data yang digunakan dalam berbagai proses dalam berpikir kritis.
2.      Pengalaman
Dalam komponan kedua ini adalah pengalaman dalam keperawatan. Kecuali perawat mempunyai kesempatan untuk berpraktik didalam lingkungan dan membuat keputusan tentang perawat klien, berpikir kritis tidak akan terbentuk. Benner (1984) menuliskan bahwa perawat yang ahli memahami konteks dari situasi klinis, mengenali isyarat dan menginterpratasikannya sebagai relevan atau tidak relevan. Tingkat kompetensi ini hanya datang dari pengalaman . Kemungkinan pengalaman merupakan pelajarran terbaik yang harus di pelajari oleh pesrta didik keperawatan yang baru adalah mengambil manfaat yang dialami klien. Menggunakan salah satunya loncatan untuk mmembangun dan mmendapatkan pengetahuan baru, mmembuat perbandingan dan kontras dan merangsang pikiran inovatif.
3.      Kompetensi
Kompetensi berpikir kritis adalah proses kognitif yang digunakan perawat untuk membuat nilai keperawatan. Terdapat 3 tipe komponen berpikir kritis pada kompetensi, yaitu :
a.       Kompetensi Berpikir Kritis Umum
Proses berpikir kritis umum mencakup metode ilmiah yang mencakup pemecahan masalah dan pembuatan keputusan
·         Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah mencakup mendapatkan informasi ketika terdapat kesenjangan antara apa yang sedang terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi.
·         Pembuatan Keputusan
Dalam Pembuatan keputusan, individu memilih tindakan untuk memenuhi tujuan. Sebagai contoh, pengambilan keputusan terjadi ketika seseorang memutuskan bagaimana cara menggunakan waktunya atau makanan yang akan dimasak untuk nanti malam. Untuk membuat keputusan, sesorang harus mengkaji semua pilihan, menimbang setiap pilihan tersebut terhadap serangkaian kriteria dan kemudian membuat pilihan akhir.
Pembuatan Keputusan Klinis untuk Kelompok Klien
Ø  Indentifikasi masalah untuk setiap klien
Ø  Bandingkan klien dan tetapkan masalah mana yang lebih mendesak berdasarkan kebutuhan dasar, status klien yang tidak stabil atau terus berubah, dan kompleksitas masalah
Ø  Antisipasi waktu yang akan dibutuhkan untuk mencapai prioritas masalah
Ø  Putuskan bagaimana cara membandingkan aktivitas untuk memecahkan lebih dari satu masalah pada setiap kesempatan
Ø  Pertimbangkan bagaimana cara melibatkan klien sebagai pembbuat keputusan dan partisipan dalam keperawatan

b.      Kompetensi Berpikir Kritis Spesifik Dalam Situasi Klinis
Kompetensi Berpikir Kritis spesifik dalam situasi klinis Mencakup Pertimbangan diaknostik, kesimpulan klinis dan pembuatan keputusan klinis. Dokter, pekerja sosial dan profesional perawatan kesehatan lainnya menggunakan kompetensi yang sama. Suatu contoh pemeriksaan diaknostik yang beralasan yang termasuk perawat yang membuat pengkajian yang bersinambungan berdasarkan masalah medis klien (Carnevali & Thomas, 1993). Meskipun perawat tidak mampu diagnosa medis, perawat mencari tanda dan gejala yang diantisipasi yang merupakan hal umum untuk mendiagnosis untuk membantu membuat kesimpulan klinis tentang kemajuan klien.
Kapan saja perawat menghadapi masalah klinis, seperti klien dalam keadaan nyeri, klien yang gelisah mengenai prosedur diagnostik yang akan di jalani atau yanng mengalami cedera pada kulitnya, suatu keputusan harus di buat dalam memilih pendekatan yang terbaik untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Tuujuan secara ummum adalah peradaan atau resolusi pada klien. Proses pembuatann keputusan klinis untuk memilih pendekatan terbaik bagi klien didasarkan pada priorritas masalah dan kondisi klien. Perawat membuat keputusan klinis sepanjang waktu dalam upaya untuk memperbaiki kesehatan klien.
4.      Sikap Untuk Berpikir Kritis
Komponen keempat dari model berpikir kritis adalah sikap untuk berpikir kritis. Paul (1993) telah meringkaskan sikap-sikap yang merupakan aspek sentral dari pemikir kritis. Sikap ini adalah nilai yang harus ditunjukkan keberhasilannya oleh pemikir kritis. Indivudu harus menunjukkan keterampilan kognitif untuk berpikir secara kritis, tetapi juga penting harus memastikan bahwa keterampilan ini digunakan secara adil dan bertanggung jawab.


Contoh Sikap untuk berpikir Kritis :
a.       Tanggung Gugat
b.      Berpikir Mandiri
c.       Mengambil Resiko
d.      Kerendahan Hati
e.       Intergritas
f.       Ketekunan
g.      Kreativitas
5.      Standar untuk Berpikir Kritis
Dalam komponen Standar untuk Berpikir Kritis mencakup standar Intelektual dan Profesional.
a.       Standar Intelektual
Paul (1993) menemukan bahwa standar Intelektual menjadi universal untuk berpikir kritis. Ketika perawat memikirkan masalah klien, penting sekali artinya untuk menggunakan standar untuk memastikan bahwa keputusan yang tepat telah dibuat.
b.      Standar Profesional
Standar profesional untuk berpikir kritis mengacu pada kriteria etik untuk penlaian keperawatan dan kriteria untuk bertanggung jawab dan tanggung gugat profesional.Penerapan standar ini mengharuskan perawat menggunakan berpikir kritiis untuk kebaikan individu atau kelompok (Kataoka-Yahiro & Saylor, 1994).

.

F.      Tinjauan Proses Keperawatan
Proses Keperawatan adalah satu pendekatan untuk  pemecahan masalah yang memampukan perawat untuk mengatur dan memberikan asuhan keperawatan. Proses keperawatan mengandung elemen berpikir kritis yang memungkinkan perawat membuat penilaian dan melakukan tindakan berdasarkan nalar.
Model Proses Keperawatan Lima Tahap
Implimentasi
Perencanaan
Pengkajian

Analisis
Evaluasi
Diagnosa Keperawatan







Proses adalah serangkaian tahapan atau komponen yang mengarah pada pencapaian tujuan. Tiga karakteristik dari proses ( Bevis, 1978 ) adalah :
a.    Tujuan
Tujuan adalah maksud spesifik atau tujuan dari proses.
b.    Proses
   Proses keperawatan yang digunakan untuk mendiagnosa dan mengatasi respon manusia terhadap sehat dan sakit ( American Nurses Association, 1980 ).
c.    Organisasi
Organisasi adalah satu rangkaian tahap atau komponen yang di perlukan untuk mencapai tujuan.
Proses Keperawatan mencakup lima tahap yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
KOMPONEN
TUJUAN
TAHAP
Pengkajian
Untuk mengumpilkan, memperjelas dan mengomunokasikan data tentang klien sehingga terbentuk dasar data
1.       Mengumpulkan riwayat kesehatan keperawatan
2.       Melakukan pemeriksaan fisik
3.       Mengumpulkan data laboratorium
4.       Memvalidasi data
5.       Mengelompokkan data
6.       Mencatatkan data
Diagnosa Keperawatan
Untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatanuntuk merumuskan diagnosa keperawatan
1.       Menganalisis dan menginterpretasi data
2.       Mengidentifikasi masalah klien
3.       Merumuskan diagnosa keperawatan
4.       Mendokumentasikan diagnosa keperawatan
Perencanaan
Untuk mengidentifikasi tujuan klien, untuk menentukan prioritas, untuk menentukan hasil yang di perkirakan, untuk merancang strategi keperawatan, untuk mencapai tujuan keperawatan
1.       Mengidentifikasi tujuan klien
2.       Mendapatkan hasil yang diperkirakan
3.       Memilih tindakkan keperawatan
4.       Mendelegasikan keperawatan
5.       Menuliskan rencana asuhan keperawatan
6.       Mengusulkan
Implimentasi
Untuk melengkapi tindakan keperawatan yang diperlukan untuk menyelesaikan rencana asuhan
1.       Mengkaji kembali klien
2.       Menelaah dan memodifikasi rencana perawatan yang sudah ada
3.       Melakukann tindakan keperawatan
Evaluasi
Untuk menentukan seberapa jauh asuhan keperawatan di lakukan
1.       Membandingkan respons klien dengan kriteria
2.       Menganalisis alasan untuk hasil dan konklusi
3.       Memodifikasi rencana asuhan


2.             Konsep Budaya di Indonesia Berdasarkan Keperawatan Transkultural
Budaya berkaitan erat dengan makanan. Misalnya, wanita hamil dari suku Sunda yang harus dapat mempertahankan kesehatan selama hamil perlu mengkonsumsi protein, tetapi adat melarang wanita memakan   makanan yang berbau amis karena khawatir akan kondisi anak yang dilahirkan nanti. Contoh lainnya, budaya makan nasi pada saat panen padi dan meninggalkan sayur-sayuran (wortel) di daerah Cianjur pada era tahun 70-an, ternyata menyebabkan angka rabun senja meningkat saat musim panen padi dan menurun pada saat musim tanam padi.
Kondisi tersebut dapat dialami berbagai suku yang dijumpai oleh perawat saat melakukan asuhan keperawatan keluarga. Setiap suku acapkali mengaktualisasikannya secara berbeda. Kondisi ini harus dipahami betul oleh perawat.
Perawat harus menyadari dan memahami jenis makanan dan pola diet yang dilakukan oleh keluarga. Keluarga Indonesia, pada umumnya makan tiga kali sehari walaupun ada etnik tertentu yang mempunyai pola makan dua kali sehari. Etnik atau suku tertentu yang memiliki pola makan dua kali sehari, pada pagi hari biasanya menyantap makana ringan dengan kopi atau teh.
Budaya kesehatan masyarakat Indonesia sendiri masih memprihatinkan. Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar penduduknya bermukim di daerah pedasaan dengan tingkat pendidikan penduduk mayoritas sekolah dasar dan belum memiliki budaya hidup sehat.
Berdasarkan pengamatan di salah satu wilayah di Jakarta, jentik nyamuk demam berdarah baanyak ditemukan di tower air rumah-rumah ibadah, yang seharusnya secara berkala bak penampungannya harus dikuras dan dibersihkan.
Budaya memeriksakan secara dini kesehatan anggota keluarga belum tampak. Hal ini tercermin dari banyaknya klien yang datang ke pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan kronis atau komplikasi. Budaya memeriksakan kesehatan sebagai tindakan promotif dan preventif belum didukung oleh instansi penyelenggaara kesehatan, misalnya penyemprotan/pengasapan nyamuk demam berdarah tidak akan dilakukan sebelum ada yang terkena DHF atau ada korban yang meninggal.
        Keluarga sebagai elemen terdepan dalam mencapai Indonesia Sehat belum diberdayakan secara optimal oleh berbagai pihak. Keluarga sehat maka rukun tetangga akan sehat, RT sehat maaka RW sehat, kelurahan sehat maka kecamatan sehat, kecamatan sehat maka kabupaten sehat, dan akhirnya akan tercipta provinsi sehat dan Indonesia Sehat. Keluarga sebagai pilar utama pembangunan kesehatan bangsa Indonesia harus dilibatkan secara aktif. Menanamkan sehat seperti gaya hidup kepada individu akan lebih aktif jika dimulai dari keluarga.

Skema inovasi strategis membangun perilaku hidup bersih sehat dan berbudaya (PHBSB) di Indonesia dengan pendekatan keperawatan transkutural yang menghasilkan masyarakat sehat.
Komunitas




                                               
                        
                                     Kristalisasi
                                    nilai-nilai
keluarga
Masukan
Usia 6-11 tahun
 Usia 12-15 tahun 
Usia 16-19 tahun   Sekolah melalui UKS
Balita Posyandu

Proses
Keluaran:  keluarga sehat

Hasil : rakyat sehat
PHBSB terimplementasi dalam kehidupan bermasyarakat











3.         Complementary Alternative Medicine (CAM)
A.    Pengertian Complementary Alternative Medicine (CAM)
Dalam kerangka acuan yang diberikan kepada para pembicara terdapat salah-pengertian yang mendasar. Salah satu kalimat berbunyi: : “Pengobatan alternatif dapat juga disebut terapi komplementer, terapi natural atau terapi holistik”. Empat istilah kesehatan ini sebenarnya mempunyai arti sendiri yang dapat dimengerti dari pokok kata yang dipakai, alternatif berarti mensubstitusi satu hal dengan yang lainnya, komplementer berarti menambahkan sesuatu pengobatan (biasanya sebagai tambahan ) kepada hal (disini artinya pengobatan yang utama) yang sudah ada,; natural berarti menggunakan potensi alam untuk penyembuhan; holistik berarti pengobatan yang mencakup seluruh tubuh kita, dan tidak hanya satu organ saja. Dalam kenyataan sehari-hari istilah-istilah ini dibelokkan arti sesungguhnya, misalnya istilah holistik, back to nature, dsb. Dengarkan saja radio FM 100.9 (dan lainnya) bila Anda pagi hari naik mobil ke kantor, penuh dengan obrolan pseudo-ilmiah, demi promosi pemasaran.
 Selain istilah-istilah ini, masih terdapat banyak inovasi istilah yang kadang-kadang sulit dimengerti dan menyesatkan. Gencarnya perdagangan global membuat kita harus hati-hati menilai dan sanggup membedakan antara yang benar dan yang pseudo-benar atau bohong, antara yang efektif dan reaksi plasebo. Permintaan dan penawaran (dasar utama open market dalam pasar dunia) saja tidak bisa dipakai untuk menentukan perbedaan ini. Karena itu DepKes harus bisa melindungi masyarakat yang dirugikan. Semua cara pengobatan yang tidak diajarkan dalam ilmu kedokteran konvensional, bisa dimasukkan dalam dua kategori ini untuk menunjukkan fungsinya. Semua sistem juga dapat menemukan pembenaran untuk klaim mereka dan penjelasan ilmiah atau pseudo-ilmiah juga dapat berkembang, sehingga orang, misalnya, menyatakan bahwa urine dapat menyembuhkan semua penyakit, dan klaim itu diproklamirkan secara serius! Kita belum bisa menemukan kebenaran cara pengobatan ini, bila tidak dilakukan pembuktian secara ilmiah.
 Jadi, jelas bahwa ke-empat istilah di atas itu tidak mungkin identik, walaupun mungkin saja terdapat sedikit overlap satu dengan yang lain. Bila kita mau menghindarkan istilah pembedaan antara konplementer dan alternatif, bisa saja kita sebut semuanya itu pengobatan non-konvensional. Tetapi biarlah kita menggunakan penggolongan yang sudah lazim dipakai di dunia ilmiah ini supaya tidak rancu dan lebih faham penggunaannya.
B.     Sejarah Singkat NCCAM
Pengobatan Komplementer dan Alternatif telah berada lama sekali dalam dunia kedokteran, malah beberapa cara diantaranya telah ada sebelum ilmu kedokteran konvensional mengatur diri sampai mencapai kedudukan sekarang. Ingat saja, berapa lama akupuntur telah digunakan di China, sehingga sekarang terintegrasi dalam pengobatan ‘modern’. Kerasionalan yang dipakai sebagai dasar pemikiran dalam ilmu kedokteran konvensional memang menolak pengobatan yang tidak dibuktikan dengan cara-caranya yang khas ilmiah. Amerika juga sudah mengakui akupuntur sebagai pengobatan alternatif dalam menghilangkan rasa sakit, termasuk sakit pada karsinoma. Namun hal ini telah dibuktikan dengan metode ilmiah konvensional, yang tidak dimiliki oleh para pelaku tradisional, yaitu pembuktian efektivitas melalui uji klinik, sering terkontrol dengan pembanding plasebo dan obat yang lazim dipakai.
 Amerika dalam reformasi negaranya telah menggunakan Strategic Planning sebagai keharusan --melalui Government Performance and Results Act, GPRA, 1993 -- semua institut federal melakukan proses ini bila menghendaki pembiayaan dari Office of Management and Budget (OMB). Strategic Planning telah begitu efektif mentransformasi semua jajaran pemerintah sehingga AS maju sangat pesat dalam dekade terakhir ini. GPRA dan Strategic Planning Process telah melahirkan Institut baru pada tahun 1998 yang meninggikan kedudukan Office of Alternative Medicine (OAM) menjadi National Center of Complementary and Alternative Medicine (NCCAM).
 Hal ini tentu telah dibarengi dengan meningkatnya budget menjadi $68.4 juta dalam tahun 2000 dan sekitar $72 juta untuk 2001. NCCAM diberi mandat untuk mengurus, mendisain, dan mengelola penelitiannya sendiri. NCCAM merupakan satu dari 25 Institute dan Center dari National Institutes of Health (NIH), yang mempunyai budget $ 17.8 billion dalam tahun 2000.
Perubahan politik ini mengguncang dunia perdagangan obat alternatif (Dietary Supplement (US) atau juga disebut Food Supplements (EU)) dan karenanya pasaran melonjak luar biasa. Hal ini dimulai dalam kongres yang menyatakan bahwa pengobatan alternatif telah banyak (estimated 42%) dipakai oleh orang Amerika dan dirasakan oleh berbagai kalangan masyarakat yang memberi kesaksian bahwa beberapa pengobatan alternatif ini dapat memperbaiki kesehatan masyarakat yang tidak dapat dijangkau oleh pengobatan konvensional sehingga hal ini diratifikasi oleh kongres. Beberapa cara pengobatan non-konvensional, termasuk obat tradisional yang berasal dari seluruh dunia dan suplemen makanan, sampai berbagai kosmetika mengklaim diri sebagai efektif seperti obat.
Di samping itu tidak boleh dilupakan bahwa juga banyak sistem atau obat alternatif ternyata tidak efektif dan malah berbahaya. Jenis-jenis food supplement yang membahayakan publik sekarang dapat ditemukan di web WHO dan MedWatch FDA, namun daftar food suppement yang tidak efektif masih sulit didapatkan. Yang terakhir ini sering produknya akan dilempar di negara berkembang. Ini merupakan alasan yang kuat untuk mempunyai suatu clearing-house yang bekerja tanpa konflik pribadi untuk produk alternatif, komplementer, suplemen makanan termasuk obat tradisional, dan kosmetika.
Dalam keruwetan keadaan, seperti yang kita alami di Indonesia, berbagai cara pengobatan itu harus diatur oleh negara secara efektif. Strategic planning merupakan cara yang tepat dan pemerintah AS mengaturnya melalui undang-undang (GPRA 1993). Dunia bagian lain segera menirunya dan strategic planning menjadi kata kunci dalam proses reformasi semua institut sejak GPRA 1993 diberlakukan. Amerika di tahun 1995-1996 juga telah memberitahu semua pemimpin negara berkembang tentang perubahan besar yang terjadi di AS; banyak negara, termasuk di Asia, telah meniru cara reformasi ini (kecuali Indonesia). Hal ini tentu merupakan senjata ampuh AS dalam berglobalisasi dan untuk keluar sebagai pemenang dalam meraup dollar, karena negara ini dengan mudah bisa menerapkan strategic planning scara menyeluruh sehingga aparatur negara menjadi sangat efisien dan lebih credible dan accountable.
Menurut National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM) Pengobatan di atas dapat dikategorikan menjadi 5 kategori yang kadangkala satu jenis pengobatan bisa mencakup beberapa kategori.  (Wikipedia-Alternative Medicine) Sistemnya adalah:


1.      Kesehatan Alternatif Sistem / Sistem Penyembuhan – non Medis  
Terdiri dari: Homeopati, Naturopati, Ayurveda murah Pengobatan Tradisional Cina (TCM), selanjutnya disingkat tujuh cakra-ayurveda.
2.      Tubuh Pikiran Intervensi
Terdiri atas Meditasi, Autogenics, Relaksasi Progresif, Terapi Kreatif, Visualisasi Kreatif, Hypnotherapy, Neurolinguistik Programming (NLP),
 Brain Gym, dan  murah Bach Flower Remedy.
  1. Terapi Biologis
    Terapi Herbal terdiri dari : Terapi Nutrisi, Food Combining, Terapi Jus, Makrobiotik, Terapi Urine, dan Hidroterapi Colon.
  2. Manipulasi Anggota Tubuh
Terdiri dari : Pijat Atas/ pijat, aromaterapi, Hidroterapi, Pilates, Chiropractic, Yoga, Terapi kraniosakral, dan Teknik Buteyko.
  1. Terapi Energi
 Terdiri dari : Akupunktur, Akupressur, Refleksiologi, Chi Kung, Tai Chi, Reiki, dan Prana murah penyembuhan.







BAB  III
PENUTUP
Demikianlah tugas laporan ini kami selesaikan, semoga materi-materi yang diuraikan dalam laporan mandiri ini dapat diterima dan bermanfaat sebagaimana yang penyusun harapkan. 


DAFTAR PUSTAKA

Alimul, A. (2002). Pengantar Pendidikan Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto
Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan. Konsep, Proses & Praktik.    Jakarta: EGD
Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan Keperawatan    Transkultural. Jakarta: EGC







0 komentar:

Post a Comment