Monday 7 April 2014

Komunikasi Keperawatan


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam ke pangkuan nabi Muhammad S.A.W, alhamdulillah tugas mandiri blok  modul 2 telah kami selesaikan. Tugas ini berisi rangkuman materi “ Komunikasi Keperawatan” yang telah kami pelajari dalam blok 3 modul 2.
Kami berharap laporan mandiri ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Kami menyadari dalam menyusun laporan mandiri ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan mandiri ini nantinya.


Banda Aceh, November 2013

                                                                                      Penyusun                           





DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hubungan Membantu Perawat-Klien........................................................ 2
1.      Dimensi Hubungan Membantu Perawat-Klien................................... 3
2.      Fase-fase Hubungan Membantu Perawat-Klien.................................. 6
B.     Jenis-jenis Gangguan Komunikasi............................................................. 16
BAB III
KESIMPULAN.................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 23

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Hubungan membantu perawat-klien merupakan suatu proses kerja perawat dalam memberikan nursing care terhadap klien. Hubungan membantu ini memiliki dimensi atau karakteristik yang harus dimiliki seorang perawat dalam menerapkan hubungan membantu tersebut. Selain itu, hubungan membantu perawat-klien juga memiliki fase atau tahap yang harus dilalui oleh perawat dan pasien untuk terciptanya proses dinamis dan usaha kolaborasi antara keduanya.
Gangguan dalam komunikasi adalah kendala yang menghambat proses berlangsungnya komunikasi. Gangguan ini mengakibatkan pesan dari komunikator tidak tersampaikan dengan baik. Gangguan ini juga dapat mempengaruhi proses hubungan membantu perawat-klien di mana klien tidak bisa menyampaikan keluhannya dengan baik






BAB II
PEMBAHASAN
A.      Hubungan Membantu Perawat-Klien (Helping Relationship)
Hubungan perawat-klien disebut sebagian orang sebagai hubungan interpersonal, oleh sebagian lain disebut sebagai hubungan terapeutik, dan sebagian lagi menyebutnya hubungan saling bantu. Membantu merupakan proses yang memfasilitasi pertumbuhan untuk mencapai dua tujuan dasar (Egan,1998):
1.      Membantu klien mengatasi berbagai masalah yang mereka hadapi dalam hidup dengan lebih efektif dan mengembangkan peluang yang tidak atau kurang digunakan secara lebih utuh.
2.      Membantu klien menjadi lebih baik dalam menolong diri sendiri pada kehidupan mereka sehari-hari.
Helping relationship dapat terjalin setelah merawat klien selama beberapa minggu, atau beberapa menit. Kunci untuk mencapai hubungan trsebut adalah:
a)      Tumbuhnya rasa percaya dan penerimaan antara perawat dan klien
b)      Keyakinan yang mendasari bahwa perawat peduli dan ingin membantu klien
Helping relationship dipengaruhi oleh karakteristik personal dan profesional perawat dan klien. Usia, jenis kelamin, penampilan, diagnosis, pendidikan, nilai-nilai, latar belakang etnik dan budaya, kepribadian, harapan, dan tempat dapat mempengaruhi perkembangan helping relationship antara perawat-klien. Dengan mempertimbangkan semua faktor diatas, disertai kemampuan komunikasi yang baik serta minat yang tulus terhadap kesejahteraan klien, perawat dapat menciptakan helping relationship.
Karakteristik helping relationship
§  Merupakan sebuah ikatan intelektual dan emosional antara perawat dan klien serta berfokus pada klien.
§  Menghormati klien sebagai seorang individu meliputi:
·         Memaksimalkan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan pengobatan
·         Mempertimbangkan aspek etnik dan budaya
·         Mempertimbangkan hubungan serta nilai-nilai keluarga
§  Menghormati kerahasiaan klien.
§  Berfokus pada kesejahteraan klien.
§  Berdasarkan sikap saling percaya, respek dan penerimaan.

1.        Dimensi Hubungan membantu Perawat-klien
Bentuk umum dari hubungan membantu adalah rasa percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualisme. Sifat-sifat tersebut esensial jika perawat ingin menetapkan hubungan yang positif dan suportif dengan klien.
a)                Rasa Percaya
Rasa Percaya dapat didefenisikan sebagai kepercayaan bahwa orang lain akan memberi  bantuan ketika membutuhkan dan tertekan. Hubungan yang mempercayai ini tidak dapat berkembang kecuali jika klien percaya  bahwa perawat ingin merawat demi kebaikan klien itu sendiri. Rasa percaya akan membentuk komunikasi terapeutik terbuka. Untuk meningkatkan rasa percaya, perawat harus bertindak secara konsisten, dapat dipercaya dan kompeten. Kejujuran dalam memberikan informasi kepada klien juga membantu terciptanya rasa percaya. Tanpa rasa percaya, hubungan antara klien dan perawat tidak akan memiliki kemajuan lebih dari interaksi sosial dan hanya untuk memenuhi kebutuhan superfisial.
b)      Empati dan Simpati
Empati telah diterima secara luas sebagai komponen klinis dalam hubungan yang membantu. Defenisi empati merefleksikan pengaruh psikoterapis Carl Rogers, yang yang terkenal karena hasil karyanya dalam mengidentifikasi dan mendiskripsikan karakteristik hubungan membantu. Empati adalah kemampuan untuk mencoba memahami dan memasuki kerangka referensi klien (Haber et al, 1994). Empati adalah merasakan, memahami dan membagi kerangka referensi klien dimulai dengan masalah yang dihadapi klien. Sangat adil, sensitif dan objektif untuk melihat pengalaman yang dimiliki orang lain. Kebalikan dari empati adalah simpati. Simpati adalah ekspresi perasaan seseorang mengenai keadaan sulit yang lain. Simpati merupakan perasaan perhatian, kesedihan atau rasa kesedihan yang ditunjukkan oleh perawat kepada klien dimana kebutuhan klien dilihat sebagai kebutuhan perawat. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan karena mencegah berkembangnya hubungan membantu yang efektif. Misalnya, perawat menggunakan kemempuan komunikasi ketika menunjukkan rasa belasungkawa kepada keluarga yang kehilangan kerabatnya “ Saya turut berduka cita karena ayah anda meninggal sedemikian cepat. Ayah saya juga meninggal seperti itu. Jika ada sesuatu yang dapat saya lakukan, jangan ragu untuk mencari saya”. Dengan pesan seperti itu, perawat menggunakan baik konsep simpati maupun empati dengan menawarkan pertolongan dan berbagi kerangka referensi klien.
c)      Perhatian
Perhatian adalah memiliki penghargaan positif terhadap orang lain, merupakan dasar untuk hubungan yang membantu. Sebagian besar klien klien secara secara lansung ataupun tidak langsung menunjukkan keinginan untuk diperhatikan pada waktu tertentu. Perawat menunjukkan perhatian dengan menerima klien sebagaimana mereka adanya dan menghargai mereka secara individu. Ketika klien merasa diperhatikan, mereka merasa aman dari ancaman atau situasi yang menyebabkan kecemasan. Perhatian juga meningkatkan rasa percaya dan mengurangi kecemasan. Penghilangan kecemasan dan stress akan meningkatkan daya tahan tubuh dan membantu penyembuhan.
d).  Autonomi dan Mutualitas
Autonomi adalah kemampuan untuk mengontrol diri. Mutualitas meliputi perasan untuk berbagi dengan sesama. Keduanya sangat penting dalam hubungan yang saling membantu. Perawat dan klien bekerja sebagai tim yang ikut serta dalam perawatan. Perawat menawarkan kesempatan untuk mengambil keputusan, sekalipun untuk hal-hal yang sepele seperti menentukan waktu untuk mandi. Ketika klien menjadi lebih mandiri, perawat menawarkan lebih banyak kesempatan untuk mengambil keputusan. Perawat juga bertindak sebagai penasehat untuk memberitahu klien tentang alternatif perawatan kesehatan dan untuk memberikan dukungan dalam pengambilan keputusan.
2.        Fase-fase Hubungan Membantu Perawat-Klien (Helping Relationship)
Proses pembinaan helping relationship dapat dijelaskan dalam empat fase berurutan, yang masing-masing dikarakteristikkan dengan tugas-tugas dan keterampilan yang dapat diidentifikasi. Hubungan tersebut harus melewati tahap dengan sukses, karena masing-masing tahap merupakan landasan untuk tahap berikutnya. Perawat dapat mengidentifikasi perkembangan hubungan dengan memahami fase berikut: fase pra-interaksi, fase perkenalan, fase kerja (pemeliharaan) dan fase terminasi.
a.       Fase Pra-Interaksi
Fase pra-interaksi mirip dengan tahap perencanaan sebelum melakukan wawancara. Biasanya, perawat memiliki informasi tentang klien sebelum bertatap muka untuk yang pertama kali. Informasi tersebut dapat meliputi nama klien, alamat, usia, riwayat medis, dan/atau riwayat sosial klien. Perencanaan untuk kecemasan pertama dapat menimbulkan perasaan cemas pada diri perawat. Jika perawat menyadari perasaan tersebut dan mengidentifikasi informasi yang spesifik untuk dibahas, akan diperoleh hasil yang positif.
Prainteraksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Seorang perawat perlu mengevaluasi dirinya tentang kemampuan yang dimilikinya. Jika merasa ada ketidaksiapan maka perlu membaca kembali, diskusi dengan teman. Jika sudah siap perlu membuat rencana interaksi dengan klien.


b.      Fase Perkenalan
Fase perkenalan, yang disebut juga  fase orientasi  atau  fase prabantuan, sangat penting karena mengatur sifat keseluruhan hubungan. Selama pertemuan awal ini, klien dan perawat mengamati dengan cermat dan membuat penilaian tentang perilaku mereka satu sama lain. Menurut Brammer (1998) dalam kozier (2004), tiga tahap yang terdapat dalam fase perkenalan adalah membuka hubungan, mengklarifikasi masalah, dan membuat serta memformulasi kontrak. Tugas penting lain dalam fase perkenalan ini meliputi mengenal satu sama lain dan membina rasa percaya.
Setelah perkenalan, perawat dapat mulai melakukan beberapa interaksi sosial untuk menenangkan klien. Sebagai contoh, perawat dan klien dapat berbicara tentang indahnya hari ini dan apa yang akan mereka lakukan seandainya mereka ada di rumah sekarang.
Selama sesi awal fase perkenalan, klien mungkin akan menunjukkan beberapa perilaku resistif. Perilaku resistif merupakan bentuk perilaku yang dapat menghambat keterlibatan, kerja sama, atau perubahan perilaku tersebut dapat disebabkan oleh adanya kesulitan dalam mengenali kebutuhan untuk meminta bantuan dan peran ketergantungan, rasa takut untuk mengungkapkan dan menghadapi perasaan yang ada, ansietas tentang ketidaknyamanan yang dirasakan dalam mengubah pola perilaku yang menyebabkan masalah,  serta rasa takut atau ansietas dalam merespon pendekatan yang dilakukan perawat, yang menurut klien mungkin tidak tepat.
Perilaku resistif dapat diatasi dengan menunjukkan sifat caring, minat yang tulus terhadap klien, serta kompetensi. Perilaku perawat ini juga membantu menumbuhkan rasa percaya dalam hubungan tersebut. Rasa percaya dapat digambarkan sebagai keyakinan terhadap seseorang tanpa diliputi keraguan atau pertanyaan, atau keyakinan bahwa orang lain mampu mendampingi disaat-saat distres dan di segala keadaan.
Pada akhir fase perkenalan, klien harus mulai untuk:
·       Menumbuhkan kepercayaan terhadap perawat.
·      Memandang perawat sebagai tenaga professional yang kompeten untuk memberikan bantuan.
·      Memandang perawat sebagai pribadi yang jujur, terbuka dan peduli dengan kesejahteraan mereka.
·      Percaya bahwa perawat akan mencoba memahami dan menghormati keyakinan dan nilai budaya mereka.
·      Merasa nyaman berbicara dengan perawat  mengenai perasaan dan berbagai persoalan sensitif lainnya.
·      Memahami tujuan hubungan tersebut dan juga peran yang dijalani.
·      Merasa mereka adalah partisipan yang aktif dalam menyusun sebuah rencana perawatan yang disepakati bersama.
c.       Fase Kerja
Selama fase kerja, perawat dan klien mulai memandang satu sama lain sebagai individu yang unik. Mereka mulai menghargai keunikan tersebut dan saling peduli. Sikap  caring  menunjukkan kepedulian yang dalam dan tulus terhadap kesejahteraan orang lain.saat sikap  caring  tumbuh, kemungkinan munculnya sikap empati juga sangat besar.
Fase kerja memiliki dua tujuan utama, yaitu: menggali dan memahami pikiran dan perasaan serta memfasilitasi dan mengambil tindakan. Perawat membantu klien untuk menggali berbagai pikiran, perasaan, dan tindakan serta membantu klien merencanakan program tindakan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

1.           Menggali serta Memahami Pikiran dan Perasaan
Perawat memerlukan berbagai keterampilan berikut untuk menjalani fase kerja pada hubungan terapeutik:
a.          Mendengar dan berespons dengan empati. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian dan berkomunikasi (berespons) dengan cara yang menunjukkan bahwa mereka mendengarkan apa yang telah disampaikan dan memahami bagaimana perasaan klien. Perawat berespons terhadap isi percakapan atau perasaan atau keduanya, sesuai keperluan. Perilaku nonverbal klien juga penting. Perilaku nonverbal yang menunjukkan empati meliputi anggukan kepala yang wajar, tatapan yang stabil, gestur yang wajar dan sedikit aktivitas atau pergerakan tubuh. Hasi akhir empati berupa sikap menghibur dan caring terhadap klien serta sebuah hubungan saling bantu yang menyembuhkan.
b.        Respek. Perawat harus menunjukkan penghargaan atas kesediaan klien, keinginan untuk bekerja sama dengan klien dan sikap yang menunjukkan bahwa perawat memandang serius pendapat klien.
c.         Ketulusan. Pernyataan pribadi dapat bermanfaat untuk memperkuat antara perawat dan klien. Egan (1998) mengulas lima perilaku yang merupakan komponen ketulusan meliputi:
§   Orang yang tulus tidak berlindung dibalik peran konselor ataupun terlalu mengagungkan peran tersebut.
§   Orang yang tulus bersikap spontan.
§   Orang yang tulus bersikap nondefensif
§   Orang yang tulus memperlihatkan sedikit ketidaksesuaian—yaitu, individu bersikap konsisten dan tidak “lain di mulut, lain di hati dan pikiran”.
§   Orang yang tulus mampu membuka dirinya dalam-dalam (self-sharing) apabila dibutuhkan.
d.      Kekonkretan. Perawat harus membantu klien dengan bersikap konkret dan spesifik, bukan berbicara secara garis besar. Saat klien berkata, “saya bodoh dan ceroboh,” perawat mempersempit pembicaraan ke area spesifik yang menegaskan, “Anda tersandung keset.”
e.       Konfrontasi. Perawat memaparkan ketidaksesuaian antara pikiran, perasaan dan tindakan yang menghambat kesadaran diri klien atau eksplorasi area tertentu. hal ini dilakukan dengan empati, bukan dengan sikap menghakimi.
Selama tahap pertama fase kerja, intensitas interaksi meningkat dan perasaan seperti rasa marah, malu atau kesadaran-diri dapat terekspresikan. Jika perawat terampil dalam tahap ini dan klien bersedia untuk melakukan eksplorasi-diri, hasilnya berupa pemahaman klien tentang perilaku dan perasaan.
2.      Memfasilitasi Pengambilan Tindakan
Pada akhirnya, klien harus membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menjadi lebih efektif. Tanggung jawab untuk bertindak ada di tangan klien. Meski demikian, perawat berkolaborasi terhadap keputusan tersebut, memberi dukungan dan menawarkan pilihan atau informasi.
d.      Fase Terminasi
Fase terminasi dalam hubungan ini biasanya berjalan sulit dan diliputi kebimbangan. Akan tetapi, jika fase sebelumnya berjalan dengan efektif, klien umumnya memiliki pandangan yang positif serta mampu untuk mengatasi masalah secara mandiri. Di sisi lain, karena perasaan caring telah tumbuh, sangat wajar jika muncul perasaan kehilangan dan setiap individu perlu mengembangkan cara untuk mengucapkan selamat tinggal.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses terminasi yang sehat akan memberikan pengalaman positif dalam membantu klien mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menhadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien mungkin mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan marah dan permusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara dangkal.
Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien sebagai penolakan. Atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya, dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan karena klien masih memerlukan bantuan.
        a. Terminasi sementara
Terminasi sementara adalah setiap akhir dari pertemuan perawat klien. Sehingga perawat masih akan bertemu lagi dengan klien.
b.   Terminasi akhir
 Terminasi akhir terjadi jika pasien akan pulang atau mahasiswa yang selesai praktek dirumah sakit.
Tabel 1.1 Tugas dan Keterampilan untuk Tiap fase Helping Relationship
Fase
Tugas
Keterampilan
Fase Pra-Interaksi
Perawat meninjau data pengkajian dan pengetahuan terkait, memikirkan area masalah potensial, dan menyusun rencana interaksi.
Mengumpulkan data yang terorganisir; menyadari keterbatasan yang ada dan mencari bantuan sesuai kebutuhan.
Fase Perkenalan/ Orientasi
1.         Membuka hubungan






2.         Mengklarifikasi masalah














3.     Membuat dan memformulasikan kontrak (kewajiban yang harus dipenuhi oleh klien maupun perawat)

Baik klien maupun perawat mengidentifikasi diri satu sama lain dengan menggunakan nama. Saat hendak mengawali interaksi, penting bagi perawat menjelaskan perannya kepada klien agar klien memperoleh gambaran tentang proses interaksi tersebut.
Karena pada awalnya klien mungkin tidak melihat masalah dengan jelas, tugas utama perawat adalah mengklarifikasi masalah tersebut.










Perawat dan klien membangun tingkat kepercayaan dan kesepakatan yang diungkapkan secara verbal tentang (a) lokasi, (b) keseluruhan tujuan dari hubungan tersebut (c) bagaimana hal-hal yang sifatnya rahasia akan ditangani (d) tugas-tugas yang akan dituntaskan, dan (e) durasi dan indikasi untuk mengakhiri pertemuan tersebut.

Sikap perhatian, tetapi tetap santai untuk membantu menenangkan klien. Tidak mudah bagi semua klien untuk menerima bantuan.



Teknik menyimak, menyatakan kembali pernyataan klien, mengklarifikasi, dan teknik komunikasi efektif lainnya didiskusikan dalam bab ini. Kesalahan yang umum terjadi pada tahap ini adalah mengajukan terlalu banyak pertanyaan kepada klien. Sebaliknya, fokuslah pada prioritas.
Berbagai keterampilan komunikasi diatas, berikut kemampuan untuk mengatasi perilaku resistif jika muncul.

Fase Kerja






1.     Menggali dan memahami pikiran dan perasaan yang ada








2.     Memfasilitasi dan mengambil tindakan
Perawat dan klien menyelesaikan tugas-tugas yang telah diuraikan pada tahap perkenalan, meningkatkan kepercayaan dan hubungan yang dekat serta menumbuhkan sifat caring.
Perawat membantu klien menggali pikiran dan perasaannya serta memperoleh pemahaman akan klien.
Klien menggali pikiran dan perasaan yang berkaitan dengan masalah, mengembangkan keterampilan mendengar, dan menambahkan wawasan ke dalam perilaku personal.


Perawat merencanakan program sesuai kemampuan klien dan mempertimbangkan tujuan jangka-panjang serta tujuan jangka-pendek.
Klien perlu belajar mengambil risiko (misalnya menerima bahwa hasil dapat berupa kegagalan atau keberhasilan). Perawat perlu mendukung kesuksesan yang dicapai dengan membantu klien menyadari kegagalan secara realistis.







Keterampilan mendengar dan menyimak, empati, respek, ketulusan, kekonkretan, sikap membuka diri dan konfrontasi. Keterampilan yang dicapai klien adalah mendengar non defensif dan pemahaman diri.
Keterampilan mengambil keputusan dan menetapkan tujuan. Juga bagi perawat: keterampilan memberikan penguatan; bagi klien: mengambil risiko.
Fase Terminasi
Perawat dan klien menerima perasaan kehilangan. Klien menerima akhir hubungan tersebut tanpa perasaan cemas atau ketergantungan.
Bagi perawat: keterampilan membuat kesimpulan; bagi klien: keterampilan menghadapi masalah tersebut secara mandiri.

B.     Jenis-jenis gangguan komunikasi
  1. Gangguan Bicara
Perkembangan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan bicara. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan anak dibesarkan. Kelainan bicara merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan perilaku komunikasi yang ditandai dengan adanya kesalahan proses produksi bunyi bicara. Ditinjau dari segi klinis, gejala kelainan bicara dalam hubungannya dengan penyebab kelainannya, dapat berupa:
Ø  Disaudia adalah satu jenis gangguan bicara yang disebabkan gangguan pendengaran.
Ø  Dislogia diartikan sebagai satu bentuk kelaian bicara yang disebabkan oleh kemampuan kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal. Misalnya tadi dengan tapi, kopi dengan topi.
Ø  Disatria diartikan jenis kelainan yang terjadi akibat adanya kelumpuhan, kelemahan, kekakuan atau gangguan koordinasi otot alat-alat ucap atau organ bicara karena adanya kerusakan susunan syaraf pusat. Disartria memlikiki beberapa jenis, yaitu: Spatic Disatria, Flaksid Disatria,  Ataksia Disatria, Hipokinetik Disatria, Hiperkinetik Disatria.
Ø  Disglosi mengandung arti kelainan bicara yang terjadi karena adanya kelainan bentuk struktur dari organ bicara. Kegagalan tersebut akibat adanya kelainan bentuk dan struktur organ artikulasi, yaitu: palaktoskisis (sumbing langitan), maloklusi (tumbuh gigi atas atau gigi bawah), anomali (bentuk lidah yang tebal tidak tumbuh velum atau tali lidah yang pendek).
Ø  Dislalia adalah gejala gangguan bicara karena ketidak mampuan dalam memperhatikan bunyi-bunyi bicara yang diterima, sehingga tidak mampu membentuk konsep bahasa. Misalnya”makan” menjadi “kaman” atau “nakam”.
  1. Gangguan Irama
Gangguan bicara dengan ditandai adanya ketidaklancaran pada saat berbicara, meliputi :
  • Cluttering adalah gangguan kelancaran bicara yang ditandai dengan bicara yang sangat cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi sehingga sulit dimengerti. Terdapat 3 type yaitu: distorsi (pengucapan yang tidak jelas), substitusi (penggantian ucapan menjadi bunyi lain), omisi (penghilangan bunyi-bunyi).
  • Palilalia adalah gangguan bicara diman kata atau frase yang diulang dengan cepat.
  1. Gangguan Suara
Gangguan pada proses produksi suara merupakan salah satu jenis gangguan komunikasi. Gangguan tersebut meliputi :
  • Kelainan nada adalah Gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada waktu ponasi yang berakibat pada gangguan nada yang diucapkan.
  • Kelainan kualitas suara adalah Gangguan suara yang terjadi karena adanya ketidaksempurnaan kontak antara pita suara pada saat adduksi, sehingga suara yang dihasilkan tidak sama dengan suara yang biasanya.
  • Afonia adalah Kelainan suara yang diakibatkan ketidakmampuan dalam memproduksi suara atau tidak dapat bersuara sama sekali karena kelumpuhan pita suara.
  • Keterlambatan bicara dan bahasa dimana dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme oral-motor dalam fungsinya untuk bicara dan makan.
  • Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf. Sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf itu sehingga menimbulkan kesan bahwa bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.
  • Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata­-kata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata­-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik. Anak-anak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain (contohnya kejang).
  • Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata, atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot otot bicara seperti lidah, bibir, dan laring. Terdapat kecenderungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1.      Hubungan membantu perawat-klien adalah proses yang dinamis antara perawat dan klien untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan serta kemampuan adaptasi.
2.      Hubungan membantu perawat-klien memiliki dimensi yang terdiri dari rasa percaya, empati, perhatian, autonomi dan mutualisme.
3.      Hubungan membantu perawat klien juga memiliki fase-fase, yang mana setiap fase merujuk apa yang harus dilakukan perawat dalam menerapkan hubungan membantu tersebut.
4.      Gangguan dalam proses komunikasi akan mempengaruhi keefektifan seseorang untuk berkomunikasi yang nantinya akan mengganggu pemahaman seseorang tentang informasi yang disampaikan oleh komunikator.


Aziz, A. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Blais, K., K., Hayes, J., S., Kozier, B., & Erb, G. (2007) . Praktik Keperawatan Professional: Konsep & Perspektif, Ed. 7. Jakarta: EGC
Iyer, P., W. (2004) . Dukumentasi Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Ed. 3. Jakarta: EGC
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S., J. (2010) . Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Ed. 7. Jakarta: EGC
Nasir, A., Muhith, A., Sajidin & Mubarak, W., I. (2011). Komunikasi dalam Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika












0 komentar:

Post a Comment