BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembuluh darah coroner (Arteri
Coronaria) merupakan saluran pembuluh darah percabangan aorta yang membawa
darah mengandung O2 dan nutrisi yang dibutuhkan oleh miokard agar
dapat berfungsi dengan baik. Coroner Heart Disease (CHD) adalah salah satu
akibat utama arteriosklerosis atau pengerasan pembuluh darah nadi, yang dikenal
sebagai atherosklerosis. Pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit karena
terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada dindingnya dan otot
jantung mengalami iskemia (kekurangan darah dan oksigen).
Penyakit kardovaskuler ini
merupakan penyebab kematian terbesar di Indonesia sehingga diperlukan strategi
penatalaksanaan dalam menegakkan diagnose Coronary Heart Disease (CHD) secara
optimal. Secara klinis Non-Elevasi Infark Miokard Akut sangat mirip dengan Angina
Pectoris tidak stabil yang disebabkan karena ketidakseimbangan antara kebutuhan
oksigen miokard dengan penyediaanya. Yang membedakan adalah adanya enzyme
petanda jantung yang positif dan terdiri dari infark miokard akut dengan atau
tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris yang tak stabil.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari Non-ST Elevasi Miokardial
Infark?
2.
Apa etiologi dari Non-ST Elevasi Miokardial Infark?
3.
Bagaimana patofisiologi atau proses perjalanan
penyakit pada Non-ST Elevasi Miokardial Infark?
4.
Bagaimana manisfestasi klinis pada pasien Non-ST
Elevasi Miokardial Infark?
5.
Pemeriksaan penunjang apa sajakah yang harus
dilakukan pada pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark?
6.
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Non-ST
Elevasi Miokardial Infark?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui pengertian dari Non-ST Elevasi Miokardial
Infark.
2.
Mengetahui etiologi dari Non-ST Elevasi Miokardial
Infark.
3.
Mengetahui patofisiologi atau proses perjalanan
penyakit pada Non-ST Elevasi Miokardial Infark.
4.
Mengetahui manisfestasi klinis pada pasien Non-ST
Elevasi Miokardial Infark.
5.
Mengetahui pemeriksaan penunjang yang harus
dilakukan pada pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark.
6.
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Non-ST
Elevasi Miokardial Infark.
BAB II
PEMBAHASAN
2.
Manajemen Oksigenasi pada Pasien dengan Non-ST Elevasi Miokardial Infark
2.1
Pengertian
NSTEMI
Non-ST Elevasi Miokardial Infark (NSTEMI)
adalah oklusi sebagian dari arteri
koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada
elevasi segmen ST pada EKG.
Gambar
1. Gambaran umum Non-ST Elevasi Miokardial Infark
2.2 Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner,
sehingga terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan
miokard dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen
ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi
miokard yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang telah
dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari
arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab.
a.
Faktor resiko
1) Yang tidak dapat diubah
a)
Umur
b)
Jenis kelamin : insiden pada
pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
c)
Riwayat penyakit
jantung coroner pada anggota keluarga di usia muda (anggota keluarga laki-laki
muda dari usia 55 tahun atau anggota keluarga perempuan yang lebih muda dari
usia 65 tahun).
d)
Hereditas
e)
Ras : lebih tinggi
insiden pada kulit hitam.
2) Yang dapat diubah
a) Mayor :
hiperlipidemia, hipertensi, Merokok, Diabete, Obesitas, Diet tinggi lemak
jenuh, kalori.
b) Minor : Inaktifitas
fisik, emosional, agresif, ambisius, kompetitif, stress psikologis berlebihan.
3)
Faktor penyebab
No.
|
Penyebab ST/Nstemi
|
1.
|
Trombus
tidak oklusif pada plak yang sudah ada
|
2.
|
Obstruksi
dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
|
3.
|
Obstruksi
mekanik yang progresif
|
4.
|
Inflamasi
dan atau infeksi
|
5.
|
Faktor
atau keadaan pencetus
|
a) Trombus tidak oklusif pada plak yang
sudah ada
Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard
oleh karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada
pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan biasanya tidak sampai menyumbat.
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya dari
plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal, merupakan penyebab
keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
b) Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang
mungkin diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri
koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi
endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh konstriksi
abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
c) Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ke tiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun
bukan karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan
aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner
perkutan (PCI).
d) Inflamasi dan/atau infeksi
Penyebab ke empat adalah inflamasi, disebabkan oleh/yang
berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri,
destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di
dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat
mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya dapat
mengakibatkan SKA.
e) Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab ke lima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder
dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab
berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya perfusi
miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang kronik. SKA jenis ini
antara lain karena:
(1) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam,
takikardi dan tirotoksikosis.
(2) Berkurangnya aliran darah coroner.
(3) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia
dan hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri
dan banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai
lebih dari satu penyebab dan saling terkait.
2.3 Patofisiologi
Non ST elevation myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh
penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang
diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau
proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner diawali
dengan adanya ruptur plak yang tidak stabil.
Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid
yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan
konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh
yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T
yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin
proinflamasi seperti TNF α , dan IL-6. Selanjutnya IL-6 merangsang pengeluaran
hsCRP di hati.
2.4
Manifestasi Klinis NSTEMI
a. Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada
angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang
dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak. Nyeri dan rasa tertekan pada
dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut.
Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium,
akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut
biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropathy.
b. Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu perasaan cemas bisa
menimbulkan hipervenntilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas
merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
c.
Gejala
Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan
biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak
inferior juga bisa menyebabkan cegukan.
d.
Gejala
Lain
Termasuk
palpitasi, rasa pusing atau sinkop dari aritmia ventrikel dan gelisah.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.5.1 Biomarker
Jantung:
1) Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang sangat
penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma Koroner
Akut (SKA). Troponin
T mempunyai sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan
sel miokard bahkan yang minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan
troponin I memiliki nilai normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
(a) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000
dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
(b) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000
dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin.
2.5.2 EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST depresi yang menunjukkan
adanya iskemia pada arteri koroner. Jika
terjadi iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya
bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak
didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine
kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal, diagnosisnya adalah
angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T menetap, biasanya
didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi NSTEMI. Angina
tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh thrombus non-oklusif, oklusi ringan
(dapat mengalami reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh
sirkulasi kolateral yang baik.
2.5.3 Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST
Elevasi Miokardial Infark
a) Area
Gangguan
Gambar
2. Berbagai letak anatomis SKA.
b) Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah
daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta. Freksi pada prinsipnya adalah
presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan volume akhir sistolik
dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai normal > 50%. Dan
apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.
c) Angiografi
koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila
pasien mengalami derajat stenosis 50% pada pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan apabila pasien
mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di intervensi dengan
pemasangan stent.
Gambar 3 Pemasangan Stent pada Kateterisasi Jantung
(Angiografi Coroner)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NON-ST ELEVASI MIOKARDIAL INFARK
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian persistem :
a. B1: Breath
Sesak
nafas, apnea, eupnea, takipnea.
b. B2: Blood
Denyut
nadi lemah, nadi cepat, teratur/tidak teratur, EKG Aritmia, Suara jantung bisa
tidak terdengar pada VF. Tekanan darah sukar / tidak dapat diukur/ normal,
Saturasi oksigen bisa menurun < 90%.
c. B3: Brain
Menurunnya/hilangnya
kesadaran, gelisah, disorientasi waktu, tempat dan orang.
d. B4: Bladder
Produksi
urine menurun, warna urine lebih pekat dari biasanya, oliguria, anuria.
e. B5: bowel
Konstipasi.
f. B6: Bone
Perfusi dingin basah pucat, CRT >
2 detik, diaforesis, kelemahan.
3.1.2 Keluhan Utama Pasien :
a.
Kualitas Nyeri Dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan nafas atau
seperti tertindih barang berat.
b. Lokasi
dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi menurun ke lengan kiri
bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah epigastrik dan punggung.
c.
Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama kegiatan.
d. Lamanya
dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama, berakhir lebih dari 20
menit, tidak menurun dengan istirahat, perubahan posisi ataupun minum
Nitrogliserin.
e. Tanda
dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan keringatan, dispnea,
pening, tanda-tanda respon vasomotor meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit
dinghin dan lembab, cekukan dan stress gastrointestinal, suhu menurun.
f. Pemeriksaan fisik : mungkin tidak
ada tanda kecuali dalam tanda-tanda gagalnya ventrikel atau kardiogenik shok
terjadi. BP normal, meningkat atau menuirun, takipnea, mula-mula pain reda
kemudian kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop menunjukan disfungsi
ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV disfungsi terhadap
suara jantung menurun dan perikordial friksin rub, pulmonary crackles, urin
output menurun, Vena jugular amplitudonya meningkat ( LV disfungsi ), RV
disfungsi, ampiltudo vena jugular menurun, edema periver, hati lembek.
g.
Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/ CI.
3.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
dx. 1 Nyeri dada akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
koroner
|
|
Tujuan :
Klien terbebas dari rasa nyeri
Kriteria Hasil :
Subjektif : keluhan nyeri dada, pusing dan mual berkurang/hilang.
Objektif : irama sinus, ST isoelektris, gelombang T
positif, kardiak isoenzim dalam keadaan normal, tanda-tanda vital normal.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Monitor nyeri dada (awal serangan,
sifat, lokasi, lamanya dan faktor pencetus).
|
1-2 data tersebut
bermanfaat dalam menentukan penyebab dan efek nyeri dada, serta menjadi dasar
perbandingan dengan gejala pasca terapi
|
2. Anjurkan klien untuk segera minta
bantuan perawat atau dokter bila merasakan nyeri.
|
|
3. Upayakan lingkungan tenang. Batasi
aktivitas selama serangan nyeri dada. Bantu mengubah posisi
|
3-5 lingkungan tenang mendukung istirahat dan tidur nyaman
sehingga mengurangi konsumsi oksigen miokard.
|
4. Upayakan rencana tindakan dan
latihan aktivitas yang tidak mengganggu periode tidur dan istirahat kllien.
|
|
5. Berikan latihan ROM
|
|
6. Nilai respon klien terhadap
aktivitas, catat adanya ST depresi, disritmia, kelelahanm pusing, sesak dan
nyeri dada.
|
6-7 aktivitas yang disertai tanda dan gejala tersebut
mengindikasikan tidak adekuatnya sirkulasi koroner yang mengakibatkan
iskemia.
|
7. Menilai tanda-tanda vital saat
istirahat dan setelah aktivitas.
|
dx. 2 : Gangguan perfusi jaringan
jantung berhubungan dengan iskemik,
kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri
koronaria.
|
|
Tujuan : Gangguan perfusi jaringan
jantung berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria
Hasil : - Nyeri dada berkurang (skala
nyeri 1-3)
- Gambaran ST depresi berkurang
atau tidak ada
- TD= 120/80 mmHg
- Nadi=60-100x/menit
- EKG: Irama sinus reguler.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Observasi tanda-tanda vital tiap
1-4jam, status hemodinamika
|
1-9
data tentang perubahan kondisi fisik klien bermanfaat dalam diagnosa gagal
jantung kiri. Penuruna curah jantung mengakibatkab penurunan tekanan tekanan
darah dan perfusi jaringan, peningkatan denyut jantung sebagai mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.
|
2. Monitor tanda dan gejala penurunan
perfusi (nyeri dada, disritmia, takikardia, takipnea, hipotensi dan penurunan
curah jantung)
|
|
3. Monitor bunyi dan irama jantung
secara kontinue, catat adanya denyut prematur ventrikel kontraksi
|
|
4. Palpasi denyut nadi perifer guna
mengkaji adanya denyutan prematur.
|
|
5. Observasi adanya tanda dan gejala
penurunan curah jantung ( pusing, pucat, diaforesis, pingsan, akral dingin)
|
|
6. Monitor tanda dan gejal gangguan
perfusi renal (produksi urin < 30 ml/jam, peningkatan BUN dan kreatinin,
edema perifer, tidak adanya reaksi diuretik).
|
|
7. Monitor tanda dan gejala yang
menujukkan penurunan perfusi jaringan (kulit dingin, pucat, lembab,
berkeringat, sianosis, denyut nadi lemah, edema perifer).
|
|
8. Atur posisi baring setiap 2 jam,
menggerakkan kaki dan tangan secara aktif dan pasif setiap 1 jam
|
|
9. Monitor tanda dan gejala yang
menunjukkan penurunan perfusi otak (gelisah, bingung, apatis, somnolen).
|
|
10. Rekam pola EKG secara periodik
selama periode serangan dan catat adanya disritmia atau perluasan iskemia
atau infark miokard.
|
10.pemeriksaan
EKG periodik berguna untuk menentukan diagnosis perluasan area iskemik.
|
11. Kolaborasi tim medis untuk terapi
dan tindakan.
a. Anti disritmia: Lidocain,
aminodaron (bila ada indikasi klinis)
b. Vasodilator: nitrogliserin (ISDN,
ACE Inhibitor).
c. Inotropic: Dopamin atau dobutamin
sesuai indikasi.
d. Pemasangan pacemaker atau
kateter Swanganz (bila ada TAVB)
e. CABG jika ada indikasi klinis
f. PTCA atau Coronary artery stenting
jika ada indikasi klinis.
|
11.
a.
Disrimia
menurunkan curah jantung yang ekstrem dan perfusi jaringan.
b.
Bitrat merelaksasikan otot polos vaskular (vasodilatasi) vena dan arteri
sehingga menurunkan preload.
c.
Dengan dosis yang tepat dapat meningkatkan kontraktilitas miokard dan
meningkatkan perfusi jaringan.
d.
Terapi oksigen dapat meningkatkan suplai oksigen miokard.
e.
Pacemaker membantu memperbaiki irama jantung sehingga meningkatkan curah
jantung dan perfusi jaringan.
f.
Memperbaiki sirkulasi koroner, meningkatkan suplai oksigen dan perfusi
miokard.
|
12. Observasi reaksi atau efek terapi,
efek samping, toksisitas
|
12.
Efek samping obat yang dapat membahayakan kondisi klien harus dikaji dan
dilaporkan.
|
13. Hindari respon valsava yang
merugikan. Atur diet yang diberikan.
|
13.
Respon valsava dapat menurunkan kontraktilitas miokard.
|
14. Pertahankan intake cairan maksimal
2000 ml/ 24 jam (bila tidak ada edema).
|
14.
Mempertahankan keseimbangan cairan dan mencegah overload cairan
ekstraseluler.
|
dx.3 Kecemasan behubungan dengan
keadaan fisik yang tidak dapat diperkirakan.
|
|
Tujuan : Klien dan keluarga mampu
mengekspresikan rasa takut atau kecemasan secara positif.
Kriteria
Hasil : Klien mampu mengekspresikan
rasa takut dan cemas secara wajar serta merasa optimis bahwa kondisinya dapat
pulih. Klien juga mendiskusikan pengaruh penyakitnya terhadap gaya hidup.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
1. Berikan penjelasan singkat tentang
tujuan, hasil yang diharapkan setiap prosedur dan efek samping.
|
1. Penjelasan tentang prosedur
membantu klien menjadi kooperatif.
|
2. Berikan kesempatan kepada klien
untuk mengenal lingkungannya dan tim keperawatan
|
2.
Lingkungan fisik dan psikologis yang nyaman membantu klien rileks dan senang.
|
3. Berikan waktu secukupny bagi klien
untuk berbicara dengan keluarga atau teman dekat.
|
3-5
kecemasan dapat meningkatkan konsumsi Oksigen miokard, dukungan orang
terdekat dapat menurunkan tingkat kecemasan dan memberikan kenyamanan
psikologis.
|
4.
Observasi
efek yang terjadi setelah klien mendapatkan kunjungan dari orang terdekat.
|
|
5. Berikan dukungan untuk
mengekspresikan perasaan, mendengarkan keluhan klien.
|
|
6. Diskusikan kondisi kllien dan perubahan
pola hidup yang harus dijalani setelah pulang dari rumah sakit.
|
6-7
perubahan pola hidup dalam masa pemulihan dapat mencegah serangan ulang.
Rehabilitasi kardio terprogram dapat menurunkan kecemasan.
|
7. Anjurkan berpartisipasi aktif
dalam program rehabilitasi kardio.
|
3.3 Evaluasi
1) Nyeri yang dirasakan pasien sudah
berkurang.
2) Mual dan muntah yang dialami pasien
sudah berkurang.
3) Pernafasan sudah mulai normal (sesak
nafas hilang)
4) Kapillary refill.
5) TTV sudah stabil.
6) Kecemasan sudah berkurang.
7) Sebagian aktifitas sudah mampu
dilakukan sendiri.
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
1.
NSTEMI adalah adanya ketidakseimbangan
antara pemintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan
arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal.
2.
Gejala utama NSTEMI sesuai dengan angina pectoris tak stabil, yaitu nyeri dada
yang lebih dari biasanya, lebih berat dan lama (>20 menit), timbul saat
istirahat atau karena aktivitas fisik minimal. Bedanya, pasien NSTEMI mengalami
peningkatan troponin T dan CKMB pada biomarker jantung.
4.2
Saran
Diharapkan perawat dapat bertindak
secara profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
NSTEMI, mampu mengkaji masalah pasien secara akurat sehingga dapat dirumuskan
suatu diagnosa yang tepat dan dapat dirancang intervensi, melaksanakan
implementasi secara tepat sehingga pada evaluasi akan diperoleh hasil sesuai
dengan tujuan yaitu masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
Faqih,
R.,. (2006). Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Malang: UMM Press
Levefer,
J.,. (1997). Buku Saku
Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan
Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Prasetyo,
J., B.,. (2003). Ilmu
Penyakit Jantung. Surabaya: Airlangga University.
Sudoyo, A., W.,.
(2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna Publishing.
0 komentar:
Post a Comment