BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang
merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi
salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di
bawah lima tahun (balita).
Diare menyebabkan gangguan keseimbangan asam dan
basa dalam tubuh karena bikarbonat yang dibuang pada saat diare menyebabkan
tubuh kekurangan bikarbonat dan terjadi asidosis metabolic. Tanda utama
gangguan asidosis metabolic pada tubuh adalah pernapasan kusmaul.
Survei Kesehatan Nasional tahun 2006 menempatkan
diare pada posisi tertinggi kedua sebagai penyakit paling berbahaya pada
balita. Diare dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-negara
berkembang (Depkes RI, 2010). Di Indonesia sampai saat ini diare masih menjadi
masalah masyarakat. Menurut WHO angka kesakitan diare pada tahun 2010 yaitu 411
penderita per 1000 penduduk.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
diare?
2.
Apa
etiologi/penyebab diare?
3.
Bagaimana
patofisiologi diare?
4.
Bagaimana
manifestasi klinis pasien diare?
5.
Pemeriksaan
penunjang apa saja yang harus dilakukan pada pasien diare?
6.
Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien diare?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui apa
itu diare.
2.
Mengetahui apa
etiologi/penyebab diare.
3.
Mengetahui
patofisiologi penyakit diare.
4.
Mengetahui
manifestasi klinis pada pasien diare.
5.
Mengetahui
pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada pasien diare.
6.
Mengatahui
asuhan keperawatan yang diberikan perawat kepada pasien diare.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan
jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja).
Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang
meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3
x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan
kronis (Mansjoer, A.1999, 501).
2.2 Etiologi
Penyebab diare yang utama adalah infeksi parasit, virus
maupun bakteri. Penyebab lain diare antara lain : efek samping obat-obatan
tertentu, pemberian makan per selang, gangguan metabolik dan endokrin, gangguan
nutrisi dan malabsorpsi, paralitik ileus dan obstruksi usus. Ditinjau dari
sudut patofisiologinya, diare dibadakan menjadi diare sekresi dan diare
osmotik.
Diare sekresi disebabkan oleh :
a. Infeksi (virus,bakteri dan parasit).
b. Hiperperistaltik usus (akibat bahan-bahan kimia, makanan,
gangguan psikis, gangguan saraf, hawa dingin alergi dan sebagainya).
c. Defisiensi imun terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A)
yang mengakibatkan berlipatgandanya bakteri/flora usus dan jamur terutama
candida.
Diare osmotik disebabkan oleh
:
a.
Malabsorpsi makanan
(karbohidrat,lemak,protein,vitamin dan mineral).
b. Kekurangan kalori protein (KKP).
2.3 Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare :
1.
Gangguan Osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus naik sehingga terjadi pergeseran
air dan elektrolit kedalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbulah diare.
2.
Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam lumen usus dan
selanjutnya timbul diare karena kenaikan isi lumen usus.
3.
Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik
usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat
timbul diare pula.
Sebagai akibat diare akan terjadi:
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi
dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik, hipokalemia)
2.
Gangguan gizi
Selama sakit sering terjadi gangguan gizi dengan akibat
penurunan berat badan dalam waktu yang singkat oleh karena:
–
Makanan sering dihentikan oleh orangtua karena takut diare/muntah bertambah
hebat
–
Orang tua hanya memberikan air teh saja
–
Walaupun susu diteruskan sering diencerkan dalam waktu yang lama
–
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik
3.
Hipoglikemia
–
Biasanya terjadi pada 2-3 % dari anak-anak diare
–
Jarang terjadi pada anak dengan gizi baik namun sering terjadi pada anak dengan
KKP (Kurang Kalori Protein)
–
Hipoglikemia terjadi karena penyimpanan / persediaan glikogen dalam hati
terganggu dan kadang disebabkan adanya gangguan absorpsi glukosa
4.
Gangguan sirkulasi darah
Akibat diare dengan/tanpa muntah-muntah dapat terjadi
gangguan sirkulasi darah berupa syok hipovolemik. Hal ini menyebabkan perfusi
jaringan berkurang dan dapat menyebabkan hipoksia.
2.5 Manifestasi Klinis
a. Frekuensi defekasi meningkat dengan
konsistensi cair.
b. Pasien mengeluh nausea, muntah,
nyeri perut sampai kejang perut, distensi, gemuruh usus
(borborigimus) dan demam.
c. Kekurangan cairan dapat menyebabkan
rasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta
suara menjadi serak.
d. Pernapasan Kussmaul sebagai tanda
asidosis metabolic.
e. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan
peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus) dapat terjadi setiap
defekasi.
f. Bila terjadi renjatan hipovolemik
berat maka denyut nadi cepat (>120 kali per menit), tekanan darah menurun
sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin
dan kadang sianosis.
g. Kekurangan kalium dapat menyebabkan
aritmia jantung.
h. Perfusi ginjal yang menurun dapat
terjadi anuria.
Gejala klinis pasien tergantung pada derajat dehidrasi yang dialami, yaitu :
Gejala
Klinis
|
Derajat
Dehidrasi
|
||
Ringan
|
Sedang
|
Berat
|
|
Keadaan
Umum
Kesadaran
Rasa haus
Sirkulasi
Nadi
Respirasi
Pernapasan
Kulit
Mata
Turgor & Tonus
Diuresis
Selaput lendir
|
Baik
( Compose Mentis )
+
Normal
(60-100x/mnt)
Biasa
Agak
cekung
Biasa
Normal
Normal
|
Gelisah
++
Cepat
Agak
cepat
Cekung
Agak
kurang
Oligouria
Agak
kering
|
Apatis
– koma
+++
Cepat
sekali
Kuszmaull
Cekung
sekali
Kurang
sekali
Anuria
Kering/Asidosis
|
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a)
Pemeriksaan
tinja.
b)
Pemeriksaan
gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan
menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup.
c)
Pemeriksaan
kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
d)
Pemeriksaan
elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara
kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIARE DENGAN ASIDOSIS METABOLIK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIARE DENGAN ASIDOSIS METABOLIK
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode
diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah
golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap
infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak
yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar
terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh
terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
3.1.2 Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x per hari.
3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour
lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3
kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare
berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian
antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari
saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
3.1.5 Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang
diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari
dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat
rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi
makanan, kebiasan cuci tangan,
3.1.6 Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami
diare.
3.1.7 Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang
menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
3.1.8 Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran panjang badan, berat
badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen
membesar.
b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah,
rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung
karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
d. Mata : cekung, kering, sangat
cekung.
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut
kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan
menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
f. Sistem Pernafasan : dispnea,
pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot
pernafasan).
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat
> 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit
pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 37,50C, akral
hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt,
kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : produksi urin
oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak
sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu
bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus
asa, dan kemudian menerima.
3.1.9
Pemeriksaan Laboratorium
pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut:
i.
leukosit feses
Merupakan pemeriksaan awal terhadap
diare kronik. Leukosit dalam feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal.
Kultur bakteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya
infeksi
ii.
volume feses
Jika cairan diare tidak terdapat
leukosit atau eritrosit, infeksi enteric atau inflamasi sedikit kemungkinannya
sebagai penyebab diare. Feses 24 jam
harus dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat,
kemudian perlu juga ditentukan apakah terjai steatore atau diare tanpa
malasorbsi lemak.
iii.
Mengukur berat dan kuantitatif fecal fat
pada feses 24 jam. Jika berat feses >300g/24 jam mengkonfirmasikan adanya
diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr mengesankan proses sektori, jika fecal fat
lebih dari 10g/24 jam menunjukkan proses malasorbsi.
iv.
Lemak feses
Sekresi lemak feses harian < 6g/hari
v.
Osmolalitas feses
Diperlukan dalam evaluasi untuk
menentukan diare osmotik atau diare sekretori. Elektrolit feses Na, K dan
osmolalitas harus diperiksa
vi.
Pemeriksaan parasit pada feses
vii.
Pemeriksaan darah :
Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang
meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankan
suatu protein losing enterophaty akibat inflamasi intestinal. Pemeriksaan darah
tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada
mukosa atau hasil dari obstruksi limfatik
3.2 Diagnosa Keperawatan
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
- Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
- Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekuensi diare.
- Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
- Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive
3.3 Intervensi
dx. 1 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
|
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal Kriteria hasil :
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau
tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit.
|
Penurunan
sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin.
Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki
defisit
|
Pantau
intake dan output.
|
Dehidrasi
dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat
untuk membersihkan sisa metabolisme.
|
Timbang
berat badan setiap hari.
|
Mendeteksi
kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt.
|
Anjurkan
keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr.
|
Mengganti
cairan dan elektrolit yang hilang secara oral.
|
Kolaborasi
:
-
Pemeriksaan
laboratorium serum elektrolit (Na, K, Ca, BUN).
-
Cairan
parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur.
-
Obat-obatan (antisekresin,
antispasmolitik, antibiotik).
|
-
koreksi
keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
-
Mengganti
cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
-
anti
sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
|
Dx. 2 Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan output
cairan.
|
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi Kriteria hasil :
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Diskusikan
dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan
air terlalu panas atau dingin).
|
Serat
tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung
dan sluran usus.
|
Ciptakan
lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat.
|
Situasi
yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
|
Berikan
jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
|
Mengurangi
pemakaian energi yang berlebihan.
|
Monitor
intake dan out put dalam 24 jam.
|
Mengetahui
jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
|
Kolaborasi dengan tim kesehtaan
lain :
-
terapi
gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
-
obat-obatan
atau vitamin ( A)
|
Mengandung zat yang diperlukan ,
untuk proses pertumbuhan.
|
Dx. 3 Resiko peningkatan suhu
tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare.
|
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh Kriteria hasil :
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Monitor
suhu tubuh setiap 2 jam.
|
Deteksi
dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi).
|
Berikan
kompres hangat.
|
Merangsang
pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh.
|
Kolaborasi
pemberian antipirektik.
|
Merangsang
pusat pengatur panas di otak.
|
Dx. 4 Resiko gangguan integritas
kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekuensi BAB (diare).
|
|
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindaka keperawatan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu. Kriteria hasil :
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Diskusikan
dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur.
|
Kebersihan
mencegah perkembang biakan kuman.
|
Demontrasikan
serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti
pakaian bawah serta alasnya).
|
Mencegah
terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman feses.
|
Atur
posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam.
|
Melancarkan
vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan
iritasi .
|
3.4 Evaluasi
Evaluasi
hasil yang diharapkan dari tindakan diatas adalah ;
1)
Melaporkan pola defikasi normal.
2)
Mempertahankan keseimbangan cairan :
·
Mengkonsumsi
cairan peroral dengan adekuat.
·
Melaporkan
tidak adanya keletihan dan kelemahan otot.
·
Memperlihatkan
membran mukosa lembab dan turgor normal.
·
Mengalami
keseimbangan masukan dan haluaran.
·
Mengalami
berat jenis urine normal.
3)
Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
4)
Mengalami penurunan tingkat ansietas.
5)
Mempertahan integritas kulit :
·
Mempertahankan
kulit tetap bersih setelah defikasi.
·
Menggunakan
pelembab atau salep sebagai barier kulit.
6)
Mempertahankan keseimbangan suhu tubuh (tidak terjadi hipertermia)
7)
Melaporkan nyeri yang terkontrol
8)
Menunjukkan tindakan yang mendukung pencegahan penularan.
9)
Tidak mengalami komplikasi :
·
Elektolit
tetap dalam batas normal.
·
Tanda
vital stabil.
·
Tidak
ada pernapasan kussmaul.
BAB IV
PEMBAHASAN JURNAL
4.1 Jurnal dengan Judul “ Hubungan
Antara Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun dengan Terjadinya Diare pada Anak Usia
Sekolah di SD GMIM Dua Kecamatan Tareran”
Pada jurnal tersebut, desain penelitian yang digunakan
adalah Cross Sectional, yaitu mencari
hubungan antara cuci tangan pakai sabun dengan terjadinya diare pada anak usia
sekolah atau antara variable independen dengan variable dependen secara
bersamaan. Analisa univariat dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan setiap variable yang digunakan dalam penelitian, yaitu perilaku
cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada anak usia sekolah dasar.
Analisa univariat ini bertujuan untuk melihat karakteristik distribusi
frekuensi semua variable penelitian yang akan
diteliti, baik variable independen maupun variable dependen. Analisa
bivariat dilakukan untuk melihat ada
hubungan
antara variabel independen yaitu perilaku Mencuci tangan pakai sabun dan
variabel dependen terjadinya diare pada anak usia sekolah dengan menggunakan
uji chi-squar.
Berdasarkan uji chi-squar,
didapatkan hasil bahwa ada korelasi antara perilaku cuci tangan pakai sabun
dengan kejadian diare. Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan tindakan
kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan tindakan dan cara
lainnya dalam mengurangi resiko penularan berbagai penyakit salah satunya
diare.
Dari kejadian diare Anak SD GMIM 2 Lansot terdapat
18,6% yang mengatakan mengalami diare karena tidak terbiasa mencuci tangan
ketika selesai bermain , penelitian ini berhubungan dengan Depkes RI, 2010 yang
menyatakan kuman penyebab diare melalui makanan dan minuman yang tercemar
karena tidak terbiasa untuk mencuci tangan menggunakan sabun.
Berdasarkan Depkes RI, 2010 ada beberapa faktor
antara lain karena kurangnya kebiasaan mencuci tangan, sebab tangan merupakan
pembawa penyakit. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya
pencegahan penyakit. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang
penting cuci tangan pakai sabun untuk kesehatan karena Mencuci tangan dengan
baik dan benar harus memiliki syarat tertentu seperti menggunakan sabun.
Selain ada hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun
dengan terjadinya diare dengan nilai p= 0,003 dengan รก=0,005, ternyata ada
penyebab lainyang mungkin karena faktor lingkungan atau makanan yang belum
diketahui.
BAB
V
PENUTUP
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200
cc/jam tinja) dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai
frekuensi yang meningkat.
2. Diare
disebabkan karena infeksi
parasit, virus maupun bakteri. Penyebab lain diare antara lain : efek samping
obat-obatan tertentu, pemberian makan per selang, gangguan metabolik dan
endokrin, gangguan nutrisi dan malabsorpsi, paralitik ileus dan obstruksi usus.
3. Gejala utama diare adalah gelisah,
suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian timbul diare. Tinja mungkin
disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena
bercampur dengan empedu.
5.2 Saran
Diharapkan perawat dapat bertindak secara profesional dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diare, mampu mengkaji masalah
pasien secara akurat sehingga dapat dirumuskan suatu diagnosa yang tepat dan
dapat dirancang intervensi, melaksanakan implementasi secara tepat sehingga
pada evaluasi akan diperoleh hasil sesuai dengan tujuan yaitu masalah
keperawatan pada pasien dapat teratasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Bates. B.,.(1995). Pemeriksaan
Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. Jakarta: EGC
Carpenitto, L., J.,. (2007). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktek
Klinis. Ed 6. Jakarta: EGC.
Doengoes,. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Rompas, M., J.,.(2013). Jurnal Keperawatan: Hubungan Antara Perilaku Cuci Tangan
Pakai Sabun dengan Terjadinya Diare pada Anak Usia Sekolah di SD GMIM Dua
Kecamatan Tareran. Vol 1.
Diakses pada tanggal 6 november 2014 dari
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2201
Suharyono.
(2008). Diare Akut: Klinik dan
Laboratorik.Ed 2. Jakarta: Rineka Cipta
Tjokroprawiro., A.,. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 1.
Surabaya: Airlangga University Press.
0 komentar:
Post a Comment