Friday 12 December 2014

Gangguan Keseimbangan Asam Basa pada Pasien Diare



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Diare atau dikenal dengan sebutan mencret memang merupakan penyakit yang masih banyak terjadi pada masa kanak dan bahkan menjadi salah satu penyakit yang banyak menjadi penyebab kematian anak yang berusia di bawah lima tahun (balita).
Diare menyebabkan gangguan keseimbangan asam dan basa dalam tubuh karena bikarbonat yang dibuang pada saat diare menyebabkan tubuh kekurangan bikarbonat dan terjadi asidosis metabolic. Tanda utama gangguan asidosis metabolic pada tubuh adalah pernapasan kusmaul.
Survei Kesehatan Nasional tahun 2006 menempatkan diare pada posisi tertinggi kedua sebagai penyakit paling berbahaya pada balita. Diare dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-negara berkembang (Depkes RI, 2010). Di Indonesia sampai saat ini diare masih menjadi masalah masyarakat. Menurut WHO angka kesakitan diare pada tahun 2010 yaitu 411 penderita per 1000 penduduk.




1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian diare?
2.      Apa etiologi/penyebab diare?
3.      Bagaimana patofisiologi diare?
4.      Bagaimana manifestasi klinis pasien diare?
5.      Pemeriksaan penunjang apa saja yang harus dilakukan pada pasien diare?
6.      Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien diare?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa itu diare.
2.      Mengetahui apa etiologi/penyebab diare.
3.      Mengetahui patofisiologi penyakit diare.
4.      Mengetahui manifestasi klinis pada pasien diare.
5.      Mengetahui pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada pasien diare.
6.      Mengatahui asuhan keperawatan yang diberikan perawat kepada pasien diare.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
            Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer, A.1999, 501).
2.2 Etiologi
     Penyebab diare yang utama adalah infeksi parasit, virus maupun bakteri. Penyebab lain diare antara lain : efek samping obat-obatan tertentu, pemberian makan per selang, gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi dan malabsorpsi, paralitik ileus dan obstruksi usus. Ditinjau dari sudut patofisiologinya, diare dibadakan menjadi diare sekresi dan diare osmotik.
Diare sekresi disebabkan oleh :
a. Infeksi (virus,bakteri dan parasit).
b. Hiperperistaltik usus (akibat bahan-bahan kimia, makanan, gangguan psikis, gangguan saraf, hawa dingin alergi dan sebagainya).
c. Defisiensi imun terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan berlipatgandanya bakteri/flora usus dan jamur terutama candida.

 Diare osmotik disebabkan oleh :
a.       Malabsorpsi makanan (karbohidrat,lemak,protein,vitamin dan mineral).
b.      Kekurangan kalori protein (KKP).

2.3 Patofisiologi        
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare :
1. Gangguan Osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus naik sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbulah diare.
2. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare karena kenaikan isi lumen usus.
3. Gangguan Motilitas Usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
Sebagai akibat diare akan terjadi:
1.  Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
2. Gangguan gizi
Selama sakit sering terjadi gangguan gizi dengan akibat penurunan berat badan dalam waktu yang singkat oleh karena:
– Makanan sering dihentikan oleh orangtua karena takut diare/muntah bertambah hebat
– Orang tua hanya memberikan air teh saja
– Walaupun susu diteruskan sering diencerkan dalam waktu yang lama
– Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik
3. Hipoglikemia
– Biasanya terjadi pada 2-3 % dari anak-anak diare
– Jarang terjadi pada anak dengan gizi baik namun sering terjadi pada anak dengan KKP (Kurang Kalori Protein)
– Hipoglikemia terjadi karena penyimpanan / persediaan glikogen dalam hati terganggu dan kadang disebabkan adanya gangguan absorpsi glukosa
4. Gangguan sirkulasi darah
Akibat diare dengan/tanpa muntah-muntah dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa syok hipovolemik. Hal ini menyebabkan perfusi jaringan berkurang dan dapat menyebabkan hipoksia.



2.5 Manifestasi Klinis
a.      Frekuensi defekasi meningkat dengan konsistensi cair.
b.      Pasien mengeluh nausea, muntah, nyeri perut sampai kejang perut, distensi,   gemuruh usus    (borborigimus) dan demam.
c.       Kekurangan cairan dapat menyebabkan rasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak.
d.      Pernapasan Kussmaul sebagai tanda asidosis metabolic.
e.       Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan yang tidak efektif pada anus (tenesmus) dapat terjadi setiap defekasi.
f.       Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka denyut nadi cepat (>120 kali per menit), tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
g.      Kekurangan kalium dapat menyebabkan aritmia jantung.
h.      Perfusi ginjal yang menurun dapat terjadi anuria.
                 Gejala klinis pasien tergantung pada derajat dehidrasi yang dialami, yaitu :

Gejala Klinis
Derajat Dehidrasi
Ringan
Sedang
Berat
Keadaan Umum
  Kesadaran
  Rasa haus

Sirkulasi
  Nadi

Respirasi
  Pernapasan

Kulit
  Mata
  Turgor & Tonus
  Diuresis
  Selaput lendir

Baik ( Compose Mentis )
+


Normal (60-100x/mnt)


Biasa


Agak cekung
Biasa
Normal
Normal

Gelisah
++


Cepat


Agak cepat


Cekung
Agak kurang
Oligouria
Agak kering

Apatis – koma
+++


Cepat sekali


Kuszmaull


Cekung sekali
Kurang sekali
Anuria
Kering/Asidosis







2.6 Pemeriksaan Penunjang
a)      Pemeriksaan tinja.
b)      Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau astrup.
c)      Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
d)     Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada klien diare kronik.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIARE DENGAN ASIDOSIS METABOLIK
3.1 Pengkajian
    3.1.1 Identitas
    Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
    3.1.2 Keluhan Utama
    BAB lebih dari 3 x per hari.
    3.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
    BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).



    3.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
    Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
    3.1.5 Riwayat Nutrisi
    Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
    3.1.6 Riwayat Kesehatan Keluarga
    Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
    3.1.7 Riwayat Kesehatan Lingkungan
    Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
    3.1.8 Pemeriksaan Fisik
        a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
        b. Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
        c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
        d. Mata : cekung, kering, sangat cekung.
        e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
        f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan).
        g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
        h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 37,50C, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
        i. Sistem perkemihan : produksi urin oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam),  frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
        j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.






3.1.9 Pemeriksaan Laboratorium
pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada diare adalah sebagai berikut:
i.            leukosit feses
Merupakan pemeriksaan awal terhadap diare kronik. Leukosit dalam feses menunjukkan adanya inflamasi intestinal. Kultur bakteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk menentukan adanya infeksi
ii.            volume feses
Jika cairan diare tidak terdapat leukosit atau eritrosit, infeksi enteric atau inflamasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab diare. Feses  24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian. Sekali diare harus dicatat, kemudian perlu juga ditentukan apakah terjai steatore atau diare tanpa malasorbsi lemak.
iii.            Mengukur berat dan kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam. Jika berat feses >300g/24 jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari 1000-1500 gr mengesankan proses sektori, jika fecal fat lebih dari 10g/24 jam menunjukkan proses malasorbsi.
iv.            Lemak feses
Sekresi lemak feses harian < 6g/hari
v.            Osmolalitas feses
Diperlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare osmotik atau diare sekretori. Elektrolit feses Na, K dan osmolalitas harus diperiksa
vi.            Pemeriksaan parasit pada feses
vii.            Pemeriksaan darah :
Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan mengesankan suatu protein losing enterophaty akibat inflamasi intestinal. Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa atau hasil dari obstruksi limfatik
3.2 Diagnosa Keperawatan
  1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
  2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
  3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
  4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekuensi diare.
  5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
  6. Kecemasan berhubungan dengan tindakan invasive

3.3 Intervensi
dx. 1 1.            Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :
  • Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <>
  • Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
  • Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi
Rasional
Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit.
Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
Pantau intake dan output.
Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
Timbang berat badan setiap hari.
Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt.
Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr.
Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral.
Kolaborasi :
-          Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K, Ca, BUN).

-          Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur.
-         Obat-obatan (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik).


-          koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
-          Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
-          anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Dx. 2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan output cairan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
  • Nafsu makan meningkat
  • BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi
Rasional
Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin).
Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
Situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan.
Monitor intake dan out put dalam 24 jam.
Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
-          terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
-          obat-obatan atau vitamin ( A)
Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan.
Dx. 3 Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
  • Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
  • Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi
Rasional
Monitor suhu tubuh setiap 2 jam.
Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi).
Berikan kompres hangat.
Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh.
Kolaborasi pemberian antipirektik.
Merangsang pusat pengatur panas di otak.
Dx. 4 Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekuensi BAB (diare).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindaka keperawatan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu.
Kriteria hasil :
  • Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
  • Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi
Rasional
Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur.
Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman.
Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya).
Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feses.
Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam.
Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .

3.4 Evaluasi
Evaluasi hasil yang diharapkan dari tindakan diatas adalah ;
1) Melaporkan pola defikasi normal.
2) Mempertahankan keseimbangan cairan :
·         Mengkonsumsi cairan peroral dengan adekuat.
·         Melaporkan tidak adanya keletihan dan kelemahan otot.
·         Memperlihatkan membran mukosa lembab dan turgor normal.
·         Mengalami keseimbangan masukan dan haluaran.
·         Mengalami berat jenis urine normal.
3) Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
4) Mengalami penurunan tingkat ansietas.
5) Mempertahan integritas kulit :
·         Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defikasi.
·         Menggunakan pelembab atau salep sebagai barier kulit.
6) Mempertahankan keseimbangan suhu tubuh (tidak terjadi hipertermia)
7) Melaporkan nyeri yang terkontrol
8) Menunjukkan tindakan yang mendukung pencegahan penularan.
9) Tidak mengalami komplikasi :     
·         Elektolit tetap dalam batas normal.
·         Tanda vital stabil.
·         Tidak ada pernapasan kussmaul.







BAB IV
PEMBAHASAN JURNAL
4.1 Jurnal dengan Judul “ Hubungan Antara Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun dengan Terjadinya Diare pada Anak Usia Sekolah di SD GMIM Dua Kecamatan Tareran”
            Pada jurnal tersebut, desain penelitian yang digunakan adalah Cross Sectional, yaitu mencari hubungan antara cuci tangan pakai sabun dengan terjadinya diare pada anak usia sekolah atau antara variable independen dengan variable dependen secara bersamaan. Analisa univariat dilakukan dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan setiap variable yang digunakan dalam penelitian, yaitu perilaku cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare pada anak usia sekolah dasar. Analisa univariat ini bertujuan untuk melihat karakteristik distribusi frekuensi  semua variable penelitian yang akan diteliti, baik variable independen maupun variable dependen. Analisa bivariat dilakukan untuk melihat ada
hubungan antara variabel independen yaitu perilaku Mencuci tangan pakai sabun dan variabel dependen terjadinya diare pada anak usia sekolah dengan menggunakan uji chi-squar.
            Berdasarkan uji chi-squar, didapatkan hasil bahwa ada korelasi antara perilaku cuci tangan pakai sabun dengan kejadian diare. Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan tindakan kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan tindakan dan cara lainnya dalam mengurangi resiko penularan berbagai penyakit salah satunya diare.
Dari kejadian diare Anak SD GMIM 2 Lansot terdapat 18,6% yang mengatakan mengalami diare karena tidak terbiasa mencuci tangan ketika selesai bermain , penelitian ini berhubungan dengan Depkes RI, 2010 yang menyatakan kuman penyebab diare melalui makanan dan minuman yang tercemar karena tidak terbiasa untuk mencuci tangan menggunakan sabun.
Berdasarkan Depkes RI, 2010 ada beberapa faktor antara lain karena kurangnya kebiasaan mencuci tangan, sebab tangan merupakan pembawa penyakit. Mencuci tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang penting cuci tangan pakai sabun untuk kesehatan karena Mencuci tangan dengan baik dan benar harus memiliki syarat tertentu seperti menggunakan sabun.
Selain ada hubungan perilaku cuci tangan pakai sabun dengan terjadinya diare dengan nilai p= 0,003 dengan รก=0,005, ternyata ada penyebab lainyang mungkin karena faktor lingkungan atau makanan yang belum diketahui.







BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja) dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat.
 2. Diare disebabkan karena infeksi parasit, virus maupun bakteri. Penyebab lain diare antara lain : efek samping obat-obatan tertentu, pemberian makan per selang, gangguan metabolik dan endokrin, gangguan nutrisi dan malabsorpsi, paralitik ileus dan obstruksi usus.
3. Gejala utama diare adalah gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu.
5.2 Saran
            Diharapkan perawat dapat bertindak secara profesional dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diare, mampu mengkaji masalah pasien secara akurat sehingga dapat dirumuskan suatu diagnosa yang tepat dan dapat dirancang intervensi, melaksanakan implementasi secara tepat sehingga pada evaluasi akan diperoleh hasil sesuai dengan tujuan yaitu masalah keperawatan pada pasien dapat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA
Bates. B.,.(1995). Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. Jakarta: EGC
Carpenitto, L., J.,. (2007). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. Jakarta: EGC.
Doengoes,. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Rompas, M., J.,.(2013). Jurnal Keperawatan:  Hubungan Antara Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun dengan Terjadinya Diare pada Anak Usia Sekolah di SD GMIM Dua Kecamatan Tareran. Vol 1. Diakses pada tanggal 6 november 2014 dari http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2201
Suharyono. (2008). Diare Akut: Klinik dan Laboratorik.Ed 2. Jakarta: Rineka Cipta
Tjokroprawiro., A.,. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 1. Surabaya: Airlangga University Press.

0 komentar:

Post a Comment