BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Obesitas merupakan kondisi dimana
terdapat kelebihan akumulasi lemak tubuh sampai pada batas dimana hal tersebut
dapat menyebabkan efek yang buruk pada kesehatan seperti penurunan angka
harapan hidup dan masalah kesehatan lainnya. Pengukuran yang paling banyak
digunakan adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh dimana seseorang
dianggap obesitas apabila hasil pengukuran IMT melebihi 25 untuk orang Asia dan
30 untuk orang Eropa.
Prevalensi obesitas pada anak dan remaja
semakin meningkat dari tahun ke tahun baik di dunia, di Asia maupun di
Indonesia. Prevalensi obesitas di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007, penduduk usia 15 tahun atau lebih adalah 10,3%. Tingginya angka
obesitas pada usia remaja akan meningkatkan risiko penyakit degeneratif pada
usia dewasa. Faktor penyebab terjadinya obesitas pada remaja sebagian besar
disebabkan perilaku makan yang salah (tinggi energi, tinggi lemak, rendah serat
makanan) dan perilaku hidup (aktivitas fisik yang rendah).
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
dari obesitas?
2.
Apa saja
tipe-tipe obesitas?
3.
Apa etiologi
obesitas?
4.
Bagaimana
patofisiologi obesitas?
5.
Apa saja
manifestasi klinis dari obesitas?
6.
Apa komplikasi
yang timbul pada pasien obesitas?
7.
Bagaimana
pengukuran tingkat obesitas?
8.
Bagaimana
penatalaksanaan obesitas?
9.
Bagaimana tujuan
dan syarat diet pada pasien obesitas?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
pengertian dari obesitas.
2.
Mengetahui apa
saja tipe-tipe obesitas.
3.
Mengetahui
etiologi obesitas.
4.
Mengetahui
bagaimana patofisiologi obesitas.
5.
Mengetahui
manifestasi klinis obesitas.
6.
Mengetahui
komplikasi yang timbul pada pasien obesitas.
7.
Mengetahui
tingkat pengukuran obesitas.
8.
Mengetahui
tujuan dan syarat diet yang sesuai pada pasien obesitas.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Menurut WHO, obesitas didefiniskan sebagai akumulasi
lemak yang abnormal atau berlebihan yang berpeluang menimbulkan beberapa risiko
kesehatan pada individu. Obesitas adalah kondisi di mana lemak tubuh menumpuk
sehingga bisa menimbulkan efek buruk pada kesehatan. Obesitas digolongkan
menjadi tiga tingkatan:
-
Obesitas ringan
(kelebihan berat badan 20% s/d 40%)
-
Obesitas sedang
(kelebihan berat badan 41% s/d 100%)
-
Obesitas berat
(kelebihan berat badan lebih besar dari 100%)
Obesitas
adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25%
dari berat tubuh. Orang yang kelebihan berat badan biasanya (Rimbawan dan
Siagian, 2004).
Obesitas terjadi karena
ketidakseimbangan energy yaitu pemasukan kalori melebihi penggunaannya. Setiap kelebihan
makanan yang diserap untuk keperluan energy, akan disimpan sebagai lemak.
Sebaliknya masukan energy yang kurang akan mengakibatkan penggunaan simpanan
lemak tubuh (Tjokronegoro, 1981).
2.2
Tipe-Tipe Obesitas
Tipe pada obesitas dapat dibedakan menjadi 2 klasifikasi, yaitu Tipe
obesitas berdasarkan bentuk tubuh dan Tipe obesitas berdasarkan keadaan sel
lemak.
2.2.1
Tipe Obesitas Berdasarkan Bentuk Tubuh
a. Obesitas
tipe buah apel (Apple Shape)
Type seperti ini biasanya terdapat pada pria. dimana
lemak tertumpuk di sekitar perut. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi
dibandingkan dengan tipe buah pear (Gynoid).
b. Obesitas
tipe buah pear (Gynoid)
Tipe ini cenderung dimiliki oleh wanita, lemak yang ada
disimpan di sekitar pinggul dan bokong. Resiko terhadap penyakit pada tipe
gynoid umumnya kecil.
c. Tipe Ovid (Bentuk Kotak Buah)
Ciri dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian
badan". Tipe Ovid umumnya terdapat pada orang-orang yang gemuk secara
genetik
2.2.2 Tipe Obesitas Berdasarkan Keadaan Sel Lemak
a. Obesitas Tipe Hyperplastik
Obesitas terjadi
karena jumlah sel lemak yang lebih banyak dibandingkan keadaan normal.
b. Obesitas Tipe Hypertropik
Obesitas terjadi
karena ukuran sel lemak menjadi lebih besar dibandingkan keadaan normal,tetapi
jumlah sel tidak bertambah banyak dari normal.
c. Obesitas Tipe Hyperplastik Dan Hypertropik
Obesitas terjadi
karena jumlah dan ukuran sel lemak melebihi normal. Pembentukan sel lemak baru
terjadi segera setelah derajat hypertropi mencapai maksimal dengan perantaraan
suatu sinyal yang dikeluarkan oleh sel lemak yang mengalami hypertropik.
Penggolongan keadaan kegemukan
menurut usia timbulnya, yaitu:
a. Kegemukan pada Masa Bayi (Infacy Onset Obesity)
Kegemukan pada masa bayi perlu dihindari. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari jumlah bayi yang menderita kegemukan pada
usia enam bulan pertama ternyata lebih dari sepertiga menjadi gemuk pada usia
dewasa.
b.
Kegemukan
Yang Timbul pada Masa Kanak-Kanak (Childhood Onset Obesity)
Kegemukan pada masa kanak-kanak disebabkan oleh perilaku
makan yang salah dan kurangnya aktivitas fisik. Kelebihan lemak itu timbul pada
usia 2 tahun sampai usia remaja (pubertas).
c.
Kegemukan
pada Masa Dewasa (Adult Onset Obesity)
Kelompok ini sering ditemukan pada kegemukan yang timbul
pada masa kanak-kanak. Lemak tubuh yang berlebihan mulai menumpuk paling sering
antara 20-3- tahun pada saat seseorang mulai mantap dalam karirnya. Karena
kesibukan-kesibukan menyebabkan kurangnya waktu untuk melaksanakan olahraga.
Bila kurang berhati-hati, kegemukan akan mengintai pada usia ini.
2.3
Etiologi
2.3.1
Faktor Genetik
Parental fatness
merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila kedua orang tua obesitas,
80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas
menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%.5.
Hipotesis Barker
menyatakan bahwa perubahan lingkungan nutrisi intrauterin menyebabkan gangguan
perkembangan organ-organ tubuh terutama kerentanan terhadap pemrograman janin
yang dikemudian hari bersama-sama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan
predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme kerentanan
genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis
non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek. Dengan
demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang lingkungan
menentukan ekspresi fenotipe.
2.3.2
Gangguan
Metabolisme
1)
Resistensi insulin
Pada obesitas sering
ditemukannya hiperinsulininemi disertai hiperglikemia, hal ini diduga karena
resistensi insulin pada sel-sel target. Karena itu sering dijumpai adanya
diabetes melilitus pada obesitas.
2)
Hiperlipoproteinimia
Total kolesterol tubuh
meningkat akibat obesitas. Akibatnya, turnevor kolesterol juga meningkat
menyebabkan eksresi kolesterol biliaris meningkat. Hal ini akan manaikkan angka
kejadian pembentukan batu empedu.
2.3.3
Adanya Gangguan
Regulasi di Pusat Hipotalamus
Pusat lapar terletak
pada ventrolateral hipotalamus, sedangkan pusat kenyang terletak pada
ventromedial hipotalamus. Dari pusat lapar akan dikirim isyarat ke korteks
serebri. Dalam keadaan normal, isyarat ini akan dihambat oleh rangsangan yang
berasal dari pusat kenyang karena pengaruh distensi lambung, plasma glukosa,
dan insulin atau oleh pengaruh ketokolamin. Apabila terjadi gangguan pada
rangsangan ini, maka akan terjadi makan yang berlebihan.
2.3.4
Faktor
Lingkungan
a. Aktifitas fisik.
Aktifitas fisik merupakan komponen utama dari energy
expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure. Penelitian
di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik yang rendah dengan
kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang rendah mempunyai risiko
peningkatan berat badan sebesar = 5 kg.10 Penelitian di Jepang menunjukkan
risiko obesitas yang rendah (OR:0,48) pada kelompok yang mempunyai kebiasaan
olah raga, sedang penelitian di Amerika menunjukkan penurunan berat badan
dengan jogging (OR: 0,57), aerobik (OR: 0,59), tetapi untuk olah raga tim dan
tenis tidak menunjukkan penurunan berat badan yang signifikan. Penelitian
terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama menunjukkan bahwa
mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai risiko obesitas sebesar 5,3
kali lebih besar dibanding mereka yang nonton TV = 2 jam setiap harinya.
b. Faktor
Nutrisional
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan
dimana jumlah lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu.
Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali
mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak5 serta
kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.
Penelitian di Amerika dan Finlandia menunjukkan
bahwa kelompok dengan asupan tinggi lemak mempunyai risiko peningkatan berat
badan lebih besar dibanding kelompok dengan asupan rendah lemak dengan OR.
Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsumsi daging akan meningkatkan
risiko obesitas sebesar 1,46 kali. Keadaan ini disebabkan karena makanan
berlemak mempunyai energy density lebih besar dan lebih tidak
mengenyangkan serta mempunyai efek termogenesis yang lebih kecil dibandingkan makanan
yang banyak mengandung protein dan karbohidrat. Makanan berlemak juga mempunyai
rasa yang lezat sehingga akan meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi
konsumsi yang berlebihan. Selain itu kapasitas penyimpanan makronutrien juga menentukan
keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein
tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino di regulasi dengan ketat,
sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan di oksidasi;
sedang karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya
dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat di regulasi sangat ketat
dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan
asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat
berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan
dalam bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak
terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak
sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.
2.3.5
Faktor Psikologis
Factor psikologis juga merupakan salah
satu factor yang menyebabkan obesitas. Beberapa penelitian mempelajari hubungan
antara keadaan psikologis dan emosi seseorang dapat menyebabkan perubahan
perilaku, bahkan mungkin perilaku yang salah. Seseorang akan mengalami keadaan
yang tidak menyenangkan akan Nampak lebih emosi baik sikap atau perilakunya.
Jika keadaan tersebut berlaku dalam waktu yang relative lama maka dapat
menimbulkan suatu keadaan yang disebut stress. Menurut para ahli, factor
tersebut erat kaitannya dengan rasa lapar dan nafsu makan. (Lisdiana, 1997).
2.3.6
Faktor Sosial Ekonomi
Perubahan pengetahuan,
sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan, serta peningkatan pendapatan
mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Suatu data
menunjukkan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup
yang menjurus pada penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan
dan kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak
memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain
komputer / games, nonton TV atau video dibanding melakukan aktifitas fisik. Selain
itu juga ketersediaan dan harga dari junk food yang mudah terjangkau akan
berisiko menimbulkan obesitas.
2.4 Patofisiologi
Secara umum obesitas
dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori yang diakibatkan asupan energy
yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Pada bayi (infant), penumpukan lemak
terjadi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini, terutama
apabila makanan tersebut memiliki kandungan karbohidrat, lemak, dan protein
yang tinggi. Pada masa anak-anak dan dewasa, asupan energy bergantung pada diet
seseorang.
Obesitas terjadi karena
adanya kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan
keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer)
sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat
adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%). Pengaturan
keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis,
yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi, dan regulasi sekresi hormon.
Proses dalam pengaturan
penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di
hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose,
usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan
rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat
katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2
kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi
porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung
dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai
stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh
fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi.
Apabila asupan energi
melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan
peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang
anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide –Y
(NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila
kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa
berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas
terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan
penurunan nafsu makan.
Penelitian yang
dilakukan menemukan bahwa pengontrolan nafsu makan dan tingkat kekenyangan
seseorang diatur oleh mekanisme neural dan humoral (neurohumoral) yang
dipengaruhi oleh genetik, nutrisi, lingkungan, dan sinyal psikologis. Mekanisme
ini dirangsang oleh respon metabolic yang berpusat pada hipotalamus. Mekanisme
neurohumoral ini dapat dibagi menjadi 3 komponen.
a.
Sistem Perifer/Sistem Aferen
Merupakan
sistem yang menyalurkan sinyal dari berbagai tempat. Komponen utamanya adalah
leptin dan adiponektin (dari jaringan adiposa), ghrelin (dari lambung), peptide
YY (dari ileum dan colon), serta insulin (dari pankreas).
b.
Nukleus Arkuatus dalam hipotalamus
Merupakan
sistem yang memproses dan mengintegrasikan sinyal periferal dan menghasilkan
sinyal eferen kepada 2 jenis neuron orde pertama, yaitu (a) POMC (pro-opiomelanocortin)
dan CART (cocaine and amphetamine-regulated transcripts) neuron, (b)
neuropeptida Y (NPY) dan AgRP (Agouli-relate peptide). Neuron orde
pertama ini akan berkomunikasi dengan neuron orde kedua.
c.
Sistem Eferen
Merupakan
sistem yang menerima sinyal yang diberikan neuron orde pertama dari hipotalamus
untuk mengontrol asupan makanan dan penggunaan energi. Hipotalamus juga
berkomunikasi dengan otak depan dan otak tengah untuk mengontrol system saraf
otonom.
Neuron POMC dan CART
meningkatkan penggunaan energi dan penurunan berat badan dengan menghailkan MSH
(-Melanocyte Stimulating Hormone), serta mengaktifkan reseptor
melanokortin nomor 3 dan 4 (MC3/4R) sebagai neuron orde ke-2 sebagai efek
anoreksigenik. Sedangkan neuron NYP dan AgRP merangsang lapar (food intake)
dan peningkatan berat badan dengan mengaktifkan reseptor Y1/5 pada neuron orde
ke-2nya sebagai efek oreksigenik.
Gambar 1. pengaturan
keseimbangan energi. Jaringan lemak menghasilkan sinyal aferen yang
mengaktifkan hipotalamus untuk mengatur nafsu makan dan kekentyangan. Sinyal
ini mengnurunkan intake makanan dan menghambat siklus anabolik, dan
mengaktifkan pemakaian energi dan mengaktifkan siklus katabolik.
Gambar 2. Jalur neurohumoral di
hipotalamus yang mengatur kesetimbangan energi. Terlihat POMC dan CART sebagai neuron anoreksigenik, dan serta NPY dan AgRP
sebagai neuron oreksigenik di hipotalamus bagian nukleud arkuatus.
2.5 Manifestasi
Klinis
Obesitas dapat terjadi pada semua golongan umur, akan
tetapi pada anak biasanya timbul menjelang remaja dan dalam masa remaja
terutama anak wanita, selain berat badan meningkat dengan pesat, juga
pertumbuhan dan perkembangan lebih cepat (ternyata jika periksa usia
tulangnya), sehingga pada akhirnya remaja yang cepat tumbuh dan matang itu akan
mempunyai tinggi badan yang relative rendah dibandingkan dengan anak yang
sebayanya.
Bentuk tubuh, penampilan dan raut muka penderita obesitas
:
a. Paha tampak besar, terutama pada bagian proximal, tangan
relatif kecil dengan jari-jari yang berbentuk runcing.
b. Kelainan emosi raut muka, hidung dan mulut relatif
tampak kecil dengan dagu yang berbentuk ganda.
c. Dada dan payudara membesar, bentuk payudara mirip
dengan payudara yang telah tumbuh pada anak pria keadaan demikian menimbulkan
perasaan yang kurang menyenangkan.
d. Abdomen, membuncit dan menggantung serupa dengan
bentuk bandul lonceng, kadang – kadang terdapat strie putih atau ungu.
e. Lengan atas membesar, pada pembesaran lengan atas
ditemukan biasanya pada biseb dan trisebnya.
Pada penderita sering ditemukan gejala gangguan emosi
yang mungkin merupakan penyebab atau keadaan dari obesitas.Penimbunan lemak
yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan paru –
paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun penderita
hanya melakukan aktivitas yang ringan.Gangguan pernafasan bisa terjadi pada
saat tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur
apneu), sehingga pada siang hari penderita sering merasa mengantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri
punggung bawah dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut
dan pergelangan kaki). Juga kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang
yang menderita obesitas memiliki permukaan tubuh yang relatif lebih sempit
dibandingkan dengan berat badannya, sehingga panas tubuh tidak dapat dibuang
secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih banyak.Sering ditemukan
edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di daerah tungkai dan
pergelangan kaki.
2.6 Komplikasi
2.6.1 Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah arterial sistemik
meningkat. Hal ini berarti bahwa jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompa darah ke seluruh tubuh. Hipertensi yang persisten merupakan faktor
risiko dari penyakit stroke, infark miokardium, gagal jantung, dan aneurisma.
Hipertensi diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu hipertensi primer (esensial)
dan hipertensi sekunder.
Pada hipertensi primer penyebab dari kondisi hipertensi masih belum
diketahui secara pasti. Hipertensi jenis ini mencakup 90-95% kasus hipertensi.
Meskipun penyebabnya belum diketahui secara pasti, namun telah diketahui
faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu sedentary lifestyle, merokok, stress,
obesitas (lebih dari 85% kasus terjadi pada orang dengan IMT lebih dari 25),
defisiensi potassium (hipokalemia), sodium sensitivity, konsumsi alkohol, dan
defisiensi vitamin D.
Hipertensi sekunder merupakan kondisi hipertensi akibat suatu penyebab yang
telah diidentifikasi. Hipertensi tipe ini sangat penting untuk dikenali karena
penatalaksanaannya berbeda dengan hipertensi esensial. Hipertensi jenis ini
dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan regulasi hormon oleh sistem endokrin
yang meregulasi volume plasma darah dan fungsi jantung seperti hipertiroidisme
dan hipotiroidisme.
2.6.2
Sleep
Disordered Breathing
Sleep disordered breathing didefinisikan sebagai
hilangnya pola normal pernapasan saat tidur dan berkisar dari kelainan yang
ringan seperti mendengkur(snoring) sampai kelainan yang berat seperti
hipoventilasi nokturnal dan gagal napas (respiratory failure) saat tidur.
Mendengkur (snoring) adalah suara bising yang disebabkan
oleh aliran udara melalui sumbatan parsial saluran nafas pada bagian belakang
hidung dan mulut yang terjadi saat tidur. Sumbatan terjadi akibat kegagalan
otot-otot dilator saluran nafas atas melakukan stabilisasi jalan nafas pada
saat tidur. Gangguan tidur dengan gejala utama mendengkur adalah Obstructive
Sleep Apnea (OSA). OSA ditandai dengan kolaps berulang dari saluran nafas atas,
baik komplet atau parsial selama tidur. Akibatnya aliran udara berkurang atau
berhenti sehingga terjadi desaturasi oksigen dan penderita berkali-kali
terbangun (arousal). Arousal dan desaturasi oksigen mengakibatkan penderita OSA
sering mengalami kantuk yang berlebihan pada siang hari, kelelahan,
iritabilitas, gangguan perhatian, dan konsentrasi.
2.6.3
Ostheoartritis
Osteoarthritis
merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi. Kelainan utama pada OA adalah kerusakan rawan sendi, dapat diikuti
dengan penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan ligamen dan
peradangan ringan sinovium, sehingga sendi bersangkutan membentuk efusi. Bagian
tubuh yang paling sering terkena osteoarthritis adalah tulang belakang,
panggul, lutut, dan pergelangan kaki. Berdasarkan patogenesisnya OA dapat
dibagi menjadi 2 jenis yaitu osteoarthritis primer dan sekunder.
Osteoarthritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA
yang penyebabnya masih belum diketahui secara pasti dan tidak berhubungan
dengan penyakit sistemik maupun perubahan lokal pada sendi Sedangkan OA
sekunder merupakan OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, metabolik,
inflamasi, pertumbuhan, jejas makro dan mikro, dan imobilisasi yang terlalu
lama.
Osteoartritis
terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk proteoglikan dan kolagen pada rawan
sendi) gagal dalam memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis
matriks ekstraseluler, sehingga terjadi perubahan diameter dan orientasi serat
kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikan tulang
rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik.
2.6.4
Diabetes
Melitus
Salah satu
resiko yang dihadapi oleh orang yang obesitas adalah penyakit diabetes tipe 2.
Menurut beberapa hasil penelitian, diabetes tipe 2 sangat erat kaitannya dengan
obesitas. Pada penderita diabetes tipe 2, pankreasnya sebenarnya menghasilkan
insulin dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah pada
tingkat normal, namun insulin tersebut tidak dapat bekerja maksimal membantu
sel-sel tubuh menyerap glukosa karena terganggu oleh komplikasi-komplikasi
obesitas, salah satunya adalah kadar lemak darah yang tinggi (terutama kolesterol
dan trigliserida)
2.7 Pengukuran
Tingkat Obesitas
a. Pengukuran
Secara Antropometri
1. Body Mass Index (BMI)/ Indeks Massa Tubuh (IMT)
Body Mass Index (BMI) adalah sebuah ukuran “berat terhadap tinggi” badan
yang umum digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori
Underweight (kekurangan berat badan), Overweight (kelebihan berat badan) dan
Obesitas (kegemukan).
Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan cara berat badan (kg) dibagi
dengan tinggi badan (m) pangkat 2.
Klasifikasi nilai IMT :
IMT
|
Klasifikasi
|
< 17
|
Sangat kurus
|
17,0 - 18,5
|
Kurus
|
18,5 - 24,9
|
Normal
|
25,0 - 29,9
|
Gemuk
|
30,0 - 34,9
|
Obesitas level I
|
35,0 - 39,9
|
Obesitas level II
|
> 40
|
Obesitas level III
|
2. RLPP (rasio lingkar pinggang dan pinggul)
Untuk menilai timbunan lemak perut dapat digunakan cara lain, yaitu dengan
mengukur rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) atau mengukur lingkar
pinggang (LP).
Rumus yang digunakan cukup sederhana yaitu : Sebagai patokan, pinggang
berukuran ≥ 90 cm merupakan tanda bahaya bagi pria, sedangkan untuk wanita
risiko tersebut meningkat bila lingkar pinggang berukuran ≥ 80 cm. Jadi “Jangan
hanya menghitung tinggi badan, berat badan dan IMT saja, lebih baik jika
disertai dengan mengukur lingkar pinggang”.
3. Indeks BROCCA
Salah satu cara lain untuk mengukur obesitas adalah dengan menggunakan
indeks Brocca, dengan rumus sebagai berikut:
-
Berat Badan Normal = Tinggi Badan (TB) – 100
-
Berat Badan Ideal = TB - 100 - 10% (TB - 100)
Bila hasilnya: 90-110% = Berat badan normal 110-120% = Kelebihan berat
badan (Overweight) > 120% = Kegemukan (Obesitas)
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan obesitas adalah mencegah komplikasi dan menurunkan
gejala klinis yang timbul akibat obesitas. Yang kedua adalah pengobatan untuk
menurunkan berat badannya.
a.
Diet
Prinsip pengaturan diet pada obesitas adalah diet
seimbang sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG). Intervensi diet harus
disesuaikan dengan usia, derajat obesitas, dan ada tidaknya penyakit penyerta.
b. Diet rendah karbohidrat
Diet ini sangat efektif, karena dapat mencegah lipogenesis (pembentukan
jaringan lemak), ini dapat diberikan pada penderita obesitas sedang.
c. Olahraga
Tujuan latihan jasmani adalah untuk meningkatkan penggunaan kalori. Untuk
aktivitas ringan dibutuhkan 1.5-2.0 kcal/menit, aktivitas sedang 3.5-7.0
kcal/menit, pada aktivitas berat 7.4 kcal/menit atau lebih.
d. Pembedahan
Terapi bedah di indikasikan bila berat badan > 200% BB
Ideal. Prinsip terapi ini adalah untuk mengurangi asupan makanan atau
memperlambat pengosongan lambung dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara
membuat gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus.
2.9 Tujuan
dan Syarat Diet Obesitas
Penderita obesitas (kelebihan berat badan) memiliki
ketentuan diet yang bertujuan untuk mencapai dan mempertahankan status gizi
sesuai dengan umur, gender dan kebutuhan fisik, mencapai IMT normal, mengurangi
asupan energi, sehingga tercapai penurunan berat badan sebanyak ½-1kg/minggu,
serta mempertahankan status kesehatan yang optimal. Syarat diet yang diberikan
kepada penderita obesitas antara lain :
- Energi rendah, ditujukan untuk menurunkan berat badan. Pengurangan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kebiasaan makan dari segi kualitas maupun kuantitas. Untuk menurunkan berat badan sebanyak ½-1 kg/minggu, asupan energi dikurangi sebanyak 500-1000 kkal/hari dari kebutuhan normal. Perhitungan kebutuhan normal dilakukan berdasarkan berat badan ideal.
- Protein sedikit lebih tinggi, yaitu 1-1,5 g/kg/BB/hari atau 15-20% dari kebutuhan energi total.
- Lemak sedang yaitu 20-25% dari kebutuhan energi total. Usahakan sumber berasal dari makanan yang mengandung lemak tidak jenuh ganda yang kadarnya tinggi.
- Karbohidrat sedikit lebih rendah, yaitu 55-65% dari kebutuhan energi total. Gunakan lebih banyak sumber karbohidrat kompleks untuk memberi rasa kenyang dan mencegah konstipasi. Sebagai alternatif, bisa digunakan gula buatan sebagai pengganti gula sederhana.
- Vitamin dan mineral cukup sesuai dengan kebutuhan.
- Dianjurkan untuk 3 kali makan utama dan 2-3 kali makan selingan.
- Cairan cukup, yaitu 8-10 gelas/hari.
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL
3.1 Jurnal dengan Judul ” Hubungan
Status Sosial dan Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas pada Siswa SD
Negeri 08 Alang Lawas Padang”
Jenis penelitian adalah survei analitik dengan desain cross sectional study. Populasi penelitian adalah siswa SD Negeri
08 Alang Lawas Padang yang duduk di kelas I hingga kelas V tahun ajaran
2012/2013 yang berjumlah 376 orang. Sampel berjumlah 195 orang yang dibagi
secara proporsi untuk masing-masing tingkatan kelas. Didapatkan jumlah sampel
41 untuk kelas I, kelas II 40, kelas III 38, kelas IV 39, dan kelas V 37 sampel
yang kemudian akan dipilih dengan metode simple
random sampling.
Variabel dependen penelitian adalah obesitas yang dinilai berdasarkan IMT/U
sesuai dengan baku rujukan WHO 2005. IMT/U diklasifikasikan menjadi sangat
kurus (< -3SD), kurus (-3SD s/d < -2SD), normal (-2SD s/d 1SD),
gemuk/overweight (>1SD s/d 2SD), dan obesitas (>2SD).6 Pada penelitian
ini yang akan dianalisis sebagai obes adalah IMT/U yang diklasifikasikan
gemuk/overweight dan obesitas, serta tidak obes adalah sangat kurus, kurus, dan
normal.
Langkah-langkah pengolahan data yang dilakukan yaitu memeriksa kelengkapan
data dari kuesioner, memberikan kode pada setiap data variabel yang telah
terkumpul, memasukkan data ke dalam komputer dengan program Microsoft Excell
dan Statistical Program for Social Science (SPSS) 16.0, dan memeriksa kembali
data yang telah dimasukkan untuk memastikan bahwa data tersebut telah bersih
dari kesalahan. Analisis data terdiri dari analisis univariat dan bivariat.
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
menggunakan uji Chi-square dengan derajat kemaknaan p < 0,05.
Hasil penelitian ini menunjukkan persentase
klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) siswa terbanyak adalah normal yaitu
76,41%. Obesitas (8,21%) dan gemuk (11,79%) lebih banyak apabila dibandingkan
kurus dan sangat kurus. Pada penelitian ini yang digolongkan sebagai obesitas
adalah siswa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas dan berat lebih atau
gemuk sehingga didapatkan persentase sebesar 20%.
Penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan tingkat pendidikan orang
tua dengan kejadian obesitas pada anak. Tingkat pendidikan ayah yang berperan
sebagai kepala keluarga sangat mempengaruhi pola pendidikan dan asuhan orang
tua terhadap anak di dalam rumah tangga. Selain itu tingkat pendidikan ayah
dapat mempengaruhi dari jenis pekerjaan ayah yang memiliki pengaruh pada
tingkat ekonomi keluarga yang juga mempengaruhi kemampuan orang tua memenuhi
kebutuhan dan gaya hidup anak. Tingkat pendidikan ibu akan berkaitan dengan
pengetahuan dan pemahaman ibu terhadap kesehatan, nutrisi, dan hal lainnya
untuk anak. Hal ini akan mempengaruhi pola asuh, pengaturan nutrisi, serta
pemilihan jenis makanan yang berkontribusi terhadap terjadinya obesitas pada
anak. Pada ibu dengan tingkat pendidikan lebih tinggi sangat diharapkan terjadi
peningkatan pengetahuan dan pemahan terhadap pola asuh dan nutrisi yang baik
untuk anak dibandingkan ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Tetapi
dari uji statistik terhadap hubungan kejadian obesitas dengan tingkat
pendidikan ibu didapatkan tidak bermakna dengan p-value=1,00 (p>0,05). Dari
nilai tersebut dapat disimpulkan tidak adanya hubungan antara tingkat
pendidikan ibu dengan kejadian obesitas pada anak.
Penelitian ini juga menunjukkan tidak adanya hubungan pola makan dengan
tingkat kejadian obesitas pada anak. Penelitian ini juga menunjukkan adanya
hubungan aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada anak. Hal ini
mencerminkan bahwa, pola hidup sedentary berkontribusi dalam terjadinya
obesitas pada anak.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Obesitas
adalah kondisi di mana lemak tubuh menumpuk sehingga bisa menimbulkan efek
buruk pada kesehatan. Tipe-tipe obesitas terdiri dari tipe berdasarkan bentuk
tubuh dan tipe berdasarkan keadaan lemak. Penyebab obesitas belum diketahui
secara pasti, tapi beberapa ahli menyimpulkan obesitas terjadi karena beberapa
factor, yaitu: factor genetic, gangguan metabolism, adanya gangguan regulasi di
pusat hipotalamus, factor lingkungan, factor psikologis dan factor social
ekonomi. Penatalaksanaan obesitas bisa dilakukan dengan 4 cara, yaitu: diet,
diet rendah karbohidrat, olahraga dan pembedahan.
4.2 Saran
Diharapkan perawat dapat mengetahui konsep obesitas
dan mampu memberikan intervensi yang dapat diterima klien obesitas. Penatalaksanaan
yang utama adalah mengatur pola makan klien dengan persetujuan klien sesuai
arahan ahli gizi.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, S.,.(2005). Obesitas dalam Masyarakat. Jakarta:
Yudisthira.
Guyton & Hall.
(2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran ed
12. Jakarta: EGC.
Isnaini, Sartono,
A.,. & Winaryati, E.,.(2012). Hubungan
Pengetahuan Obesitas dengan Rasio Lingkar Pinggang Panggul pada Ibu Rumah
Tangga di Desa Pepe Krajan Kecamatan Tegowanu Kabupaten Grobogan vol. 1 no. 1. Diakses
pada tanggal 2 Desember 2014 dari http://jurnal.unimus.ac.id
Octari, C.,.
Liputo. N.,. I.,. & Edison.(2014). Hubungan
Status Sosial dan Ekonomi dan Gaya Hidup dengan Kejadian Obesitas pada Siswa
SDNegeri 08 Alang Lawas Padang. Diakses pada tanggal 2 Desember 2014 dari http://jurnal.fk.unand.ac.id
Rimbawan &
Siagian, A.,.(2004). Indeks Glikemik
Pangan. Jakarta: Penebar Swadaya
Sudoyo, A.,W., et
al. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid III ed 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
Wong &
Whaley’s. (2002). Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik Ed 4. Jakarta: EGC